Serenade

Bagi seorang pemburu, menembak harimau adalah kepuasan sekaligus kebahagiaan. Namun benarkah kebahagiaan ini tahan lama? Apakah kebahagiaan ini diberkahi?
Jika di tempat lain para ahli konservasi menanggung kesedihan, meredam kebencian atas tindakannya. Jika setelah itu mereka bahkan rela menyewa relawan-relawan untuk merawat dan menyusui bayi-bayi harimau yang di tinggal mati induknya.

Apa yang tersisa dari peristiwa setelah tanda tanya?
Let's not counting, because universe always tell us about balancing.

perjalanan

Wahai angin malam yang menggoda sepanjang jalan, kamu telah menjadi teman yang sempurna. tak peduli berapa jarak yang aku tuju, waktu begitu cepat berlalu. Padahal aku ingin membeku. Padahal aku ingin terus bicara meskipun akhirnya hanya sebuah monolog yang bisu.

Hingga kita beranjak, meninggalkan cengkrama dari waktu-waktu yang sedari tadi ingin menghianati. Padahal ada bisikan-bisikan lupakanlah mereka yang menunggu, mari mengulur waktu, dari jalan yang lambat juga perhentian-perhentian semu.

Orang boleh saja memiliki kesan biasa, namun sayang, ini sungguh sempurna.

journey

Mereka telah memiliki keceriaanmu di hari-hari yang terang menyilaukan. Seolah segalanya mudah, mudah sekali. Hingga kamu tak percaya dan lupa bertanya, kamu terus mengikuti.

Namun aku memiliki kerapuhanmu.

Yang datang dan pergi, seolah kerapuhan tak kuasa meninggalkanmu. Kerapuhan bahagia berdiam di jiwamu. Jika mereka menemukanmu menjadi sosok lain yang tegar. Namun saat musim hujan itu kamu kembali seperti bayi. Menggigil di pangkuanku. Sampai-sampai aku menawar, sekali-sekali bagaimana jika aku bertukar posisi dengan mereka?

Entah dimana paduannya? Namun pada saat yang sama aku mengakui jika peran-peran ini adalah yang terbaik. Tak ada yang tertukar. Keinginan yang datang sekilas itu, mungkin akan terjadi sekilas juga. Karena kekuatan dan keyakinan menjadi penentu sebenarnya.

Lalu tentang kesadaran-kesadaran yang menghampirimu diwaktu subuh. Kamu menunggu kesadaran itu, hingga takut tertidur. Kamu menyesal, jika melewatkan. Kamu mencarinya sepanjang hari, dari saku baju, juga telapak kaki. Apakah tertinggal disana? Kamu sungkan berterus terang, namun aku seperti mendengarnya. Dari ucapan-ucapan yang meluncur secepat kilat. Dari gumaman, juga igauan.
Bagaimana mungkin kamu mengagumi kecerobohan? Bagaimana bisa kamu menari dengan kebodohan?
Tapi kita tak boleh sama-sama bodoh. Apalagi ceroboh!

Hingga kita sama-sama tertawa, pada waktu-waktu yang telah menghinatimu. Hingga aku menahan tawa mendengarmu bercerita, mereka tidak tahu kamu telah mencarinya kemana-mana. Mereka hilang dalam gelap yang kamu ciptakan dari rona wajahmu. Tak ada potensi! Teriakan mereka memantul menjadi bisikanmu. Bisakah sekarang kamu membedakan, mereka yang baik, dan mereka yang sangat baik. Baik yang kondisional, baik yang tidak kondisional?

Hingga kita sama-sama tertawa, saat mendapatimu lelah berjalan. Kamu bergumam? Rumah...saya rindu rumah. My wonderland...are you?

Tahun Baru

Tahun baru telah berjalan hampir tiga pekan. Waktu berjalan cepat. Hingga saat kita terlalu lurus melihat kedepan, hari-hari seolah berjalan seperti biasa. Tak ada yang spesial, tak ada kejutan. Atau rutinitas berjalan dan terus berjalan lengkap dengan kita telah berada di dalamnya. Kita mengikutinya. Jika kehidupan menawarkan aneka rupa wajah, kita hanya mengikutinya. Kadang bertahan, kadang melepas. Kadang melawan, terkadang berkompromi.

Bukankah itu seninya hidup?

Ketika beberapa hal tak berjalan sesuai pikiran, namun hal lain datang menghampiri melebihi harapan. Semesta mengatur keindahan dalam harmoni, bagimu yang meresapi pesannya.
Mengapa kita tak kunjung bebas? Mungkin kebebasan membuatmu kehilangan kendali. Mungkin keterbatasan justru membuatmu selalu terjaga untuk berhati-hati.
Lalu seseorang bertanya, kok aku makin sesak nafas ya? Mungkin Tuhan ingin kamu belajar memanfaatkan udara.

Ah...Tahun baru ini. Mungkin kembang api itu terlalu biasa, selalu ada. Namun awal tahun baru ini tak biasa. Ada warna!