Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Seekor Burung di Pangkuanku

Angin menjatuhkan seekor burung
Di pangkuanku
Terbang kesana kemari
Membawa sayap yang hampir patah dan sengsara
Tak ada batang pohon yang hangat
Untuk hinggap
Hingga menjatuhkan diri
Dipangkuanku

Matanya sesekali berkedip lemah
Bulunya meranggas oleh kemarau yang ganas
Tak ada air
Kecuali air mata yang menetes
Dari mataku
Tak ada air kecuali air yang menetes
Dari keringatku

Burung malang itu hidup dari air mataku
Air mata dari tawa Bahagia
Juga kesedihan yg datang tiba-tiba


Selasar #3

Tentang teriakan tempo hari dan hari ini
Kamu mendengarnya
Namun dia datang dengan ceria
Membuatmu lupa telah memegang bara

Lalu senja-senja yang kian samar
tenggelam dalam lautan gedung itu
Menenggelamkanmu dalam keriuhan yang fana
Tak ada lagi cakrawala
Tak ada lagi jingga
Jingga yang kamu sukai
karena disanalah lahir sebuah puisi
Cakrawala yang bercerita tentang batas-batas
waktu kepulangan
juga penantian

Semua bergerak cepat sekali
Saling mendahului juga memunggungi
Hingga kamu belajar menjadi asing
"Itu aku sekarang", katamu malu-malu
Benarkah?

Namun teriakan itu terdengar lagi
Teriakan dari masa lalu
Lebih jelas, lebih jelas
Kamu berfikir dejavu
Dialah kekuatan,
yang berjalan menggenggammu
Kesederhanaan yang hangat memelukmu
Kesetiaan dari air mata,
yang kini Menetes
di jari-jarimu yang melepuh

Selasar #2

Kamu masih bertanya-tanya
tentang rembang petang
akankah muncul semburat jingga
di musim hujan
namun siapa yang menolak keajaiban

ketika logika tiba-tiba lelah
doa-doa itu jua yang terjaga
kamu pun mempercayai tanda-tanda

suatu hari
semburat jingga benar-benar ada
terang sekali
sampai ibunda mengingatkan
jangan terlalu lama memandanginya
keindahannya bisa membuatmu buta
hingga lupa jalan pulang

dan kamu berpaling sebentar
melukis wajahnya di udara
memandang wajahnya dalam bayang-bayang

kekosongan dan bisikan
mempermainkanmu
memaksamu berlari menyentuhnya

Selasar #1

Memang tidak mungkin,
saat memikirkannya
ketika kamu menaburkan lagi benih-benih untuk mereka

mungkin saja tidak,
karena kamu berbeda,
hatimu berubah seperti peri
yang tiap pagi menabur kasih ke jalan-jalan itu
lalu mereka mengenalmu
keceriaan yang kamu tularkan
keresahan yang kamu bagikan
hingga ada empati
hingga mereka simpati
bahkan beberapa jatuh hati

musim berganti
Saat gembira, mereka mendekatimu
saat rusuh, mereka pergi meninggalkanmu

namun,
kesepian tetap menderamu
kamu kembali menyapanya
kamu kembali menginginkannya
sambil bertanya,apa aku ini?

Dan disanalah dewa
Dan disanalah setan
bercengkrama mesra

Butuh Berjalan Lagi

Aku menemuimu di waktu pagi di ruangan lembab itu
Sedikit cahaya mendekati gelap, lalu pikiran menuntunku menemukan bayanganmu
yang layu, dengan lingkar mata menghitam dan selembar wajah tirus
Tak ada obsesi,
namun hatiku berdesir saat sepasang bola mata itu menyala
Hei...itu cahaya, apa hanya aku yang melihatnya
Lalu sesuatu terisi
Belajar hal-hal sederhana , melalui perasaan
Hal-hal semakin sulit dijelaskan matematika

Cahaya itu, menyimpan banyak teka-teki
Aku masih berdiri, seolah menunggunya bercerita
yang hari-hari berikutnya melalui matanya
aku lebih banyak menemukan goresan
Yang manis lalu pahit, yang samar lalu jelas
Yang pahit lalu manis, berulang-ulang membentuk dinamika
Melewati musim-musim, ketika ucapan bagai doa-doa yang mengabur di udara
Lalu kata-kata dalam goresan itu, menjadi abadi untuk sementara
Seperti coklat yang meleleh di mulut
atau es krim
semuanya manis, namun cepat habis
kita ingin, ingin lagi
namun tak seketika itu ada
kita butuh berjalan lagi, kita butuh menemukan lagi
bukankah akan selalu begitu, tak ada yang selalu ada
kita butuh berjalan lagi

Berceritalah Pagi

Berceritalah pagi kepadaku, tentang nama dan warna, tentang waktu dan kenangan. Dia datang seperti tarikan nafas, begitu saja seperti rutinitas tanpa perintah dan permintaan.
Tentang jatuhnya daun pohon jambu di musim kemarau yang gugur.
Tentang Agustus yang menggigil di malam hari, meninggalkan perdebatan tak kunjung damai dari hutang-hutang kewajiban yang menuntut usai.
Tentang sorot mata ceria seorang gadis yang duduk di kursi roda dan mengajakku bercanda di suatu pagi, di sanalah aku bertemu Tuhan.
Tentang senyuman seorang nenek renta yang berhenti berjalan dan menawariku membeli sendok kayu sore itu, di sanalah aku bertemu kasih Tuhan
Hari-hari semakin cepat bagi mereka yang dewasa,
Sementara anak-anak ramadhan tak sabar menunggu lebaran
Lalu tentang impian-impian yang mengajaknya berlari terus dan terus.
Ini tidak perlu bukan? Semua yang sulit di cerna ini lahir dari perasaan.

Someday

Someday when I pass away
if I could
I don't want to go far away
from you
Event, I want you forgetting me easily

I will standing next to you
without you realize it
I will stay near to you
Whisper sweets pray
for your joy and happiness

Mom, Come in

Mom, I miss you ...
I want to chat with you
how come?
when all people do not understand me
I'd love to meet you

Mom
I can not stand it anymore
Where should I stay?
mom, I'm tired of struggling alone
Only you, Who understand me
Who love me unconditionally, after the Lord

Mom, come to me tonight
to get rid of this sadness
I want to sleep on your lap
Come,wipe these tears

Mom, how many times should I call you
Come, I need you
when I am weak and helpless
your presence will replace all wounds
night was very long, as I've ever met morning again
please,take me into your world
I run to you, every single time

puisi SHG (1)

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah.
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza
Tapi, aku ingin habiskan waktuku di sisimu, Sayangku.
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang
Manis di Lembah Mandalawangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disimu, manisku.
Setelah kita bosan hidup dan bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu.

Mari sini, sayangku.
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku.
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung.
Kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan kehilangan apa-apa.

Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
Yang kedua dilahirkan tapi mati muda
Dan yang tersial adalah berumur tua

Berbahagialah mereka yang mati muda
Mahluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada
Berbahagialah dalam ketiadaanmu

Soe Hok Gie
(CSD,Selasa, 11 November 1969)

Puisimu

saputangan kerinduan
Oleh: S.Fahri salam
aku hanya ingin pulang
kembali ke rahimmu
berdiam tak berbusana
ketika tubuh hanya debu telanjang
tersuruk ke lembah tak bernama
desis ular tak bersuara
Adam yang merindukan tulung rusuknya

ini bukan dongengan, cintaku
bukan kerjap cahaya di tugur lampu kota

sendirian
mencari pasangan kekal saat
kelelawar hitam jatuh di telapak tanganku
dan seperti rekah bunga matahari
di pagi yang menyimpan perih
sayapnya menggelapar serupa saputangan
yang pucat
dimana namamu kuterakan di atasnya

dapatkah janji itu setia, cintaku
dapatkah musim meneteskan hujan di waktu yang sama, sayangku
ketika tanpa sengaja kau mencium aroma lemak dalam sekerat sapi
terpanggang di atas tungku api
tetes demi tetes serupa cinta yang berahi

angin membawa kerinduan ini
ke asal ia dilahirkan
rahimmu mengabadikan ketenangan yang tak terusik
sebentar mendekap tumpuk gelisahku
untuk kau buat menjadi payung asmara yang teduh
bertahun-tahun
memunggungi matahari, pijar lampu, dan cuaca yang kadang
tak terduga

ketika aku jauh di kota sejuta cahaya
petang yang tampak menakutkan
geletar petir memecah kebekuan
di sarang-sarang gelap kelelawar yang tak beralamat
kau tahu, cintaku
aku hanya ingin berada dalam rahimmu.

jakarta, 14 maret 2006
02:50