Semalam aku pergi nonton Festival Kesenian Yogyakarta (FKY). Tahun ini FKY diadakan dari tanggal 7 juni sampai 7 Juli. Aku janjian sama teman-teman, namun saat tiba di sana tak semua bisa datang. Acara malam mingguan bareng terasa kurang ramai.
Aku belum sempat masuk ke arena Festifal ketika tiba-tiba mati lampu. Hmmm...Malam ini kurang beruntung batinku. Aku dan teman-teman memilih duduk-duduk di pinggir jalan sambil melihat lalu lalang kemacetan jalan. Kami duduk di depan Gedung Agung dan menonton atraksi orang makan api. Aku melihat atributnya bertuliskan Reog Ponorogo, meskipun sederhana dan apa adanya.Tidak seperti Kesenian Reog yang heboh, dengan warog yang besar.
Pemainnya ada orang dewasa dan anak-anak. Mereka belum ahli benar, namun kesalahan-kesalahan itu membuat permainan jadi terkesan lucu. Misal, saat melempar bola api ke mulut, ternyata mereka tidak pas menangkapnya (memakai mulut). Waktu salah seorang memasukkan badan ke tong Kayu, malah teriak sakit...sakit, sambil mendorong salah satu temannya.
Seoarang perempuan setengah baya mengedarkan topi bambu untuk menerima uang sukarela.
Melihat dari penampilannya, seperti kesenian jalanan. Mereka berpindah setiap saat, berpindah mencari keramaian. Musik pengiringnya hampir sama dengan penari jalanan yang sering aku temui di perempatan Kentungan. Memakai Gong yang dipukul berirama seperti iringan musik Jathilan.
Malam merambat pelan,mengingat suasana Jogja yang akhir-akhir ini kurang aman karena ada kejadian pembacokan di jalan raya, jam setengah sembilan aku memutuskan pulang.
Kami tak bisa melihat festifal, Malam minggu sedikit berwarna.
Asyiknya SSKR I
Hampir dua bulan aku ikut program beasiswa Sekolah Seksualitas dan Kesehatan reproduksi. Ia diselenggarakan Samsara sebuah organisasi non profit yang berkomitmen untuk mempromosikan pandangan komprehensif mengenai isu aborsi melalui kerangka seksualitas, kesehatan reproduksi, hak-hak seksual dan reproduksi, budaya, agama dan spiritualitas yang bekerjasama dengan HIVOS sebuah lembaga yang bergerak pada isu humanitas dan pegembangan kerjasama yang berbasi di belanda. Sekolah ini diselenggarakan setiap Sabtu dan Minggu. Otomatis aku nggak bisa libur. Awalnya terasa sibuk tapi lama-lama rutinitas ini menyenangkan. Ia mengurangi rasa kesepian, sekaligus tentu mendapatkan pencerahan tentang realitas seksualitas yang berkembang di masyarakat.
Aku selalu tertarik dengan sekolah. Apapun itu. Hingga aku mengirim aplikasi dan alhamdulillah diterima. Di sekolah ini aku tak hanya mendapat ilmu baru, teman baru, tapi juga keluarga baru. Aku menyebut istilah yang terakhir itu sambil menahan tangis waktu ada acara penutupan sekaligus perpisahan di Eloprogo, Magelang.
Soal Samsara, pertama kali mendengar lembaga ini, aku merasa begitu asing. Aku cari tahu di google, namun info yang aku dapatkan tak seperti yang kuharapkan. Belakangan aku tahu Samsara merupakan lembaga nonprofit yang bergerak dalam pendampingan dan konseling soal kesehatan reproduksi dan aborsi. Usia lembaga baru tiga tahunan.
Saat aku membaca email, berisi pemberitahuan bahwa aku lolos seleksi, di situ ada nama Sartika Nasmar mewakili lembaga Samsara. Aku ketik namanya di mesin pencari google, lalu bertemu dengan blog Sartika. Aku baca blog itu. Diam-diam aku pun mulai mengenal lembaga Samsara. Tika menulis, awalnya Samsara dimulai dari kelompok diskusi kecil tentang isu-isu aborsi di Pare, Kediri. Tika menyebut nama Inna, nama panggilan untuk Inna Hudaya. Juga nama Kapit, nama sebutan untuk Iwan, dan (dasar kebetulan!)dia sosok yang pernah kukenal sambil lalu lima tahun lampau. Iwan saudara Nurul Hidayah, salah satu teman dekatku kelahiran Kediri. Iwan sempat tinggal di rumah Hidayah pada awal-awal kuliah di jogja. Aku sering menginap di rumah itu karena menganggap Hidayah seperti kakak sendiri.
Hanya nama-nama itu yang sering Tika sebut dalam blognya saat membicarakan Samsara. Bagiku ini sudah cukup untuk belajar mengenalnya.
3 Mei 2010. Hari pertama kelas dimulai., Kami melalui sesi perkenalan satu persatu. Ada 15 orang yang diterima dalam sekolah ini. Sartika Nasmar menjadi kepala sekolah. Hari itu kami bicara soal kontrak belajar, harapan-harapan, serta tata tertib selama mengikuti kelas. Poin pentingnya kita tak boleh ijin lebih dari dua kali. Jika melanggar, maka peserta sekolah dianggap mengundurkan diri.
Sekali lagi aku baca silabusnya. Ada 16 materi . Wow banyak banget! Serasa kuliah beneran. Beberapa materi seperti seks dan gender sudah kukenal sepuluh tahun lalu. Namun juga ada materi yang benar-benar baru bagiku seperti aborsi, pemeriksaan payudara, vaginal exam, kontrasepsi, sexual pleasure. Inna Hudaya, direktur Samsara, bilang persoalan seksualitas sangat kompleks. Dia menemukan hal baru tiap kali belajar, membaca, ataupun membicarakannya. Benarkah? Aku bertanya-tanya.
Hari berganti, aku mengenal orang-orang di sana. Kami tumbuh dalam keakraban dan kebersamaan. Antara panitia dan peserta tak berjarak. Saling mengejek dan memuji, bertanya dan menjawab, berjoget dan bernyanyi. Semua terlihat lengkap. Ada aturan jika kami harus bersikap lebay. Kami berubah seperti anak-anak yang mendapat mainan baru. Terus tertawa di sela-sela diskusi tentang anatomi tubuh sambil memainkan alat peraga kelamin perempuan dan laki-laki. Menangis kala menonton film precious. Menjerit saat memutar film tentang aborsi.
Persoalan aborsi masih ilegal di negara Indonesia, terlepas aspek pro-kontra. Kita sedang membicarakan hidup perempuan. Faktanya, aborsi tak selalu dilakukan remaja. Aborsi banyak dilakukan ibu-ibu bersuami.
Dari segi kebijakan, banyak aturan tak mendukung perempuan seperti hak atas informasi, dukungan dana, serta fasilitas yang disediakan pemerintah guna menunjang kesehatan reproduksi perempuan. Dari beberapa film dokumenter, kita mendapatkan info bahwa banyak tenaga medis yang diskriminatif, bahkan membuat perempuan trauma, saat mereka melakukan pemeriksaan Papsmear. Seringkali pertanyaan-pertanyaan yang menghakimi membuat perempuan sungkan. Bagaimana mau sehat, jika akses tersedia cenderung menyudutkan perempuan?
Soal lain, kelas ini juga membicarakan mitos dan fakta terkait kesehatan reproduksi dan relasi gender antara perempuan dan laki-laki. Sepanjang sejarah, banyak mitos yang berkembang dalam masyarakat, dan hampir sebagian besar merugikan perempuan. Misalnya, virginitas: harus di tunjukkan dengan selaput dara yang tidak robek. Mitos lain: banyak anak banyak rezeki. Pada akhirnya, orang tidak memikirkan perencanaan kehamilan (birth control), tidak peduli kondisi kesehatan ibu, tak peduli kondisi ekonomi. Lebih jauh ada anggapan ibu yang hamil dan meninggal saat mengandung atau melahirkan akan dijamin masuk surga. Pandangan semacam ini memicu si ibu terus mempertahankan bayi meski dalam kondisinya tak memungkinkan. Melihat adanya peran ajaran agama yang turut mempengaruhi maka kita bersepakat jika penyelesaiaannya harus melibatkan tokoh agama.Untuk meluruskan kebenaran pandangan tersebut.
Salah tafsir ini tentu tak terjadi jika kaum perempuan diberi pendidikan sejak dini. Namun kita masih dibenturkan soal akses pendidikan, misalnya upaya memasukkan materi kesehatan reproduksi untuk siswa masih terbentur dengan anggapan tak penting. Materi itu hanya masuk pada muatan lokal. Ironisnya, tak semua sekolah setuju memasukkan materi ini. Para guru masih curiga, materi kesehatan reproduksi serta pengenalan alat kontrasepsi justru dianggap telah mengajarkan praktek seks bebas.
Pendek kata, jika ada masalah kehamilan siswa penyelesaiannya hanya sebatas pembinaan moral. Persoalan seksualitas dan kesehatan reproduksi tak hanya melulu urusan medis semata disana membutuhkan peran masyarakat, budaya, agama, dan tanggung jawab negara.
Saat mengingat kelas di SSKR Samsara ini, selalu mengundang rindu.
Untuk Sartika Nasmar (Tika) yang selalu banyak tingkah dan membuat semua terlihat lucu.
Inna Hudaya (Kak Inna), pertama kalinya aku melihat seseorang yang selalu melihat hal-hal dengan positif -- seberat dan sekompleks apapun masalahnya.
Astuti Herawati (Hera),aku melihat kelembutan ibu bersemayam padamu.
Iwan Kapit, sekolah ini menunjukkanku bahwa kamu bukan pemalu seperti dulu, ternyata.
Zul, yang selalu berpandangan beda di menit-menit terakhir pembicaraan.
Ini hanya sebuah kesan, bisa jadi semua ini salah. Namun aku ingin bilang semangat positif dari kalian sudah mempengaruhiku.
Dan untuk 15 orang terpilih, aku merasa bangga dan bahagia telah bersama kalian. Kita belajar menghormati dalam perbedaan dan keragaman yang mengesankan Sabtu- Minggu terakhir itu kita sangat kompak ngerjain panita. Kita jail. Katanya dosa membuat kita dewasa. Hai…apa sih yang aku bicarakan? (sambil mengikuti kata-kata Yusak).
Perhatian dan kenangan khusus aku sampaikan kepada:
Darmayanti (Kak May), istri mas Bram dalam sinetron Cintra Fitri yang selalu kritis dan sering mengingatkan aku untuk mendiskusikan hal-hal kecil selama di kelas.
Hellatsani Widya Ramadhani (Madha Memek), aku suka suaramu yang lantang dan njogja banget, ayo nggosip bareng kalau ngantuk.
Yemmestri Enita (Nita Nenen), Stop talking about Budgeting please… thats time to discuss about sexual pleasure…he…he…
Indria Susanti (Indri IMS), cek tekanan darah gratis lagi ya… kamu manis dan tenang, kita harus perhatian untuk tahu kehadiranmu.
Endang Fatmawati (Endang Endok), aku akan selalu ingat jempolmu…
Nurul Hunafa (Una Uraglagnia), si kecil yang mulai tumbuh dewasa, kalau ada perubahan baik sesungguhnya itu datang dari kami, kalau ada perubahan buruk maka segeralah introspeksi diri he…he…
Turah Yusack Cocaina (Yusak Yoni), Kapan-kapan ajari tinju untuk bela diri ya, di jogja sekarang ngga aman. He…he..dancing waka-waka, is good.
Juju Juliati (Juju Jembut), Mbak Juju ini punya rahasia, ternyata dia jago pijat refleksi…wah kapan-kapan mau nih mencobanya…
Ahmad Suhendra (Hendra Homo seksual), bang Haji, Ithong memang cantik tak usah bingung memikirkannya, gelisah itu biasa…itu sebagian dari tanda-tanda…
Phila Putting, kamu manis dan halus bangeet saat menari…kapan-kapan pengen lihat kamu menari pake kostum…
Angga Yudhi (Angga Anal), He… diam-diam, kalau kamu ngomong ini kayak filsuf…he..he…
Saiful hudha (Ithonk Itil), Malam itu kamu sungguh cantik banget, bunga pun malu menunduk, pucat warnanya…
Navirotul Karima (Navi cantik), he…kamu selalu teriak Navi Cantik...kamu Cool and Calm..
Agung Asi, Sang bapak yang suka bertanya dan kritis,…aku lihat kamu ini suami romantis he…he…jangan lupa cipika-cipiki sama istri kalo pergi jauh…
I love you Full…
Aku selalu tertarik dengan sekolah. Apapun itu. Hingga aku mengirim aplikasi dan alhamdulillah diterima. Di sekolah ini aku tak hanya mendapat ilmu baru, teman baru, tapi juga keluarga baru. Aku menyebut istilah yang terakhir itu sambil menahan tangis waktu ada acara penutupan sekaligus perpisahan di Eloprogo, Magelang.
Soal Samsara, pertama kali mendengar lembaga ini, aku merasa begitu asing. Aku cari tahu di google, namun info yang aku dapatkan tak seperti yang kuharapkan. Belakangan aku tahu Samsara merupakan lembaga nonprofit yang bergerak dalam pendampingan dan konseling soal kesehatan reproduksi dan aborsi. Usia lembaga baru tiga tahunan.
Saat aku membaca email, berisi pemberitahuan bahwa aku lolos seleksi, di situ ada nama Sartika Nasmar mewakili lembaga Samsara. Aku ketik namanya di mesin pencari google, lalu bertemu dengan blog Sartika. Aku baca blog itu. Diam-diam aku pun mulai mengenal lembaga Samsara. Tika menulis, awalnya Samsara dimulai dari kelompok diskusi kecil tentang isu-isu aborsi di Pare, Kediri. Tika menyebut nama Inna, nama panggilan untuk Inna Hudaya. Juga nama Kapit, nama sebutan untuk Iwan, dan (dasar kebetulan!)dia sosok yang pernah kukenal sambil lalu lima tahun lampau. Iwan saudara Nurul Hidayah, salah satu teman dekatku kelahiran Kediri. Iwan sempat tinggal di rumah Hidayah pada awal-awal kuliah di jogja. Aku sering menginap di rumah itu karena menganggap Hidayah seperti kakak sendiri.
Hanya nama-nama itu yang sering Tika sebut dalam blognya saat membicarakan Samsara. Bagiku ini sudah cukup untuk belajar mengenalnya.
3 Mei 2010. Hari pertama kelas dimulai., Kami melalui sesi perkenalan satu persatu. Ada 15 orang yang diterima dalam sekolah ini. Sartika Nasmar menjadi kepala sekolah. Hari itu kami bicara soal kontrak belajar, harapan-harapan, serta tata tertib selama mengikuti kelas. Poin pentingnya kita tak boleh ijin lebih dari dua kali. Jika melanggar, maka peserta sekolah dianggap mengundurkan diri.
Sekali lagi aku baca silabusnya. Ada 16 materi . Wow banyak banget! Serasa kuliah beneran. Beberapa materi seperti seks dan gender sudah kukenal sepuluh tahun lalu. Namun juga ada materi yang benar-benar baru bagiku seperti aborsi, pemeriksaan payudara, vaginal exam, kontrasepsi, sexual pleasure. Inna Hudaya, direktur Samsara, bilang persoalan seksualitas sangat kompleks. Dia menemukan hal baru tiap kali belajar, membaca, ataupun membicarakannya. Benarkah? Aku bertanya-tanya.
Hari berganti, aku mengenal orang-orang di sana. Kami tumbuh dalam keakraban dan kebersamaan. Antara panitia dan peserta tak berjarak. Saling mengejek dan memuji, bertanya dan menjawab, berjoget dan bernyanyi. Semua terlihat lengkap. Ada aturan jika kami harus bersikap lebay. Kami berubah seperti anak-anak yang mendapat mainan baru. Terus tertawa di sela-sela diskusi tentang anatomi tubuh sambil memainkan alat peraga kelamin perempuan dan laki-laki. Menangis kala menonton film precious. Menjerit saat memutar film tentang aborsi.
Persoalan aborsi masih ilegal di negara Indonesia, terlepas aspek pro-kontra. Kita sedang membicarakan hidup perempuan. Faktanya, aborsi tak selalu dilakukan remaja. Aborsi banyak dilakukan ibu-ibu bersuami.
Dari segi kebijakan, banyak aturan tak mendukung perempuan seperti hak atas informasi, dukungan dana, serta fasilitas yang disediakan pemerintah guna menunjang kesehatan reproduksi perempuan. Dari beberapa film dokumenter, kita mendapatkan info bahwa banyak tenaga medis yang diskriminatif, bahkan membuat perempuan trauma, saat mereka melakukan pemeriksaan Papsmear. Seringkali pertanyaan-pertanyaan yang menghakimi membuat perempuan sungkan. Bagaimana mau sehat, jika akses tersedia cenderung menyudutkan perempuan?
Soal lain, kelas ini juga membicarakan mitos dan fakta terkait kesehatan reproduksi dan relasi gender antara perempuan dan laki-laki. Sepanjang sejarah, banyak mitos yang berkembang dalam masyarakat, dan hampir sebagian besar merugikan perempuan. Misalnya, virginitas: harus di tunjukkan dengan selaput dara yang tidak robek. Mitos lain: banyak anak banyak rezeki. Pada akhirnya, orang tidak memikirkan perencanaan kehamilan (birth control), tidak peduli kondisi kesehatan ibu, tak peduli kondisi ekonomi. Lebih jauh ada anggapan ibu yang hamil dan meninggal saat mengandung atau melahirkan akan dijamin masuk surga. Pandangan semacam ini memicu si ibu terus mempertahankan bayi meski dalam kondisinya tak memungkinkan. Melihat adanya peran ajaran agama yang turut mempengaruhi maka kita bersepakat jika penyelesaiaannya harus melibatkan tokoh agama.Untuk meluruskan kebenaran pandangan tersebut.
Salah tafsir ini tentu tak terjadi jika kaum perempuan diberi pendidikan sejak dini. Namun kita masih dibenturkan soal akses pendidikan, misalnya upaya memasukkan materi kesehatan reproduksi untuk siswa masih terbentur dengan anggapan tak penting. Materi itu hanya masuk pada muatan lokal. Ironisnya, tak semua sekolah setuju memasukkan materi ini. Para guru masih curiga, materi kesehatan reproduksi serta pengenalan alat kontrasepsi justru dianggap telah mengajarkan praktek seks bebas.
Pendek kata, jika ada masalah kehamilan siswa penyelesaiannya hanya sebatas pembinaan moral. Persoalan seksualitas dan kesehatan reproduksi tak hanya melulu urusan medis semata disana membutuhkan peran masyarakat, budaya, agama, dan tanggung jawab negara.
Saat mengingat kelas di SSKR Samsara ini, selalu mengundang rindu.
Untuk Sartika Nasmar (Tika) yang selalu banyak tingkah dan membuat semua terlihat lucu.
Inna Hudaya (Kak Inna), pertama kalinya aku melihat seseorang yang selalu melihat hal-hal dengan positif -- seberat dan sekompleks apapun masalahnya.
Astuti Herawati (Hera),aku melihat kelembutan ibu bersemayam padamu.
Iwan Kapit, sekolah ini menunjukkanku bahwa kamu bukan pemalu seperti dulu, ternyata.
Zul, yang selalu berpandangan beda di menit-menit terakhir pembicaraan.
Ini hanya sebuah kesan, bisa jadi semua ini salah. Namun aku ingin bilang semangat positif dari kalian sudah mempengaruhiku.
Dan untuk 15 orang terpilih, aku merasa bangga dan bahagia telah bersama kalian. Kita belajar menghormati dalam perbedaan dan keragaman yang mengesankan Sabtu- Minggu terakhir itu kita sangat kompak ngerjain panita. Kita jail. Katanya dosa membuat kita dewasa. Hai…apa sih yang aku bicarakan? (sambil mengikuti kata-kata Yusak).
Perhatian dan kenangan khusus aku sampaikan kepada:
Darmayanti (Kak May), istri mas Bram dalam sinetron Cintra Fitri yang selalu kritis dan sering mengingatkan aku untuk mendiskusikan hal-hal kecil selama di kelas.
Hellatsani Widya Ramadhani (Madha Memek), aku suka suaramu yang lantang dan njogja banget, ayo nggosip bareng kalau ngantuk.
Yemmestri Enita (Nita Nenen), Stop talking about Budgeting please… thats time to discuss about sexual pleasure…he…he…
Indria Susanti (Indri IMS), cek tekanan darah gratis lagi ya… kamu manis dan tenang, kita harus perhatian untuk tahu kehadiranmu.
Endang Fatmawati (Endang Endok), aku akan selalu ingat jempolmu…
Nurul Hunafa (Una Uraglagnia), si kecil yang mulai tumbuh dewasa, kalau ada perubahan baik sesungguhnya itu datang dari kami, kalau ada perubahan buruk maka segeralah introspeksi diri he…he…
Turah Yusack Cocaina (Yusak Yoni), Kapan-kapan ajari tinju untuk bela diri ya, di jogja sekarang ngga aman. He…he..dancing waka-waka, is good.
Juju Juliati (Juju Jembut), Mbak Juju ini punya rahasia, ternyata dia jago pijat refleksi…wah kapan-kapan mau nih mencobanya…
Ahmad Suhendra (Hendra Homo seksual), bang Haji, Ithong memang cantik tak usah bingung memikirkannya, gelisah itu biasa…itu sebagian dari tanda-tanda…
Phila Putting, kamu manis dan halus bangeet saat menari…kapan-kapan pengen lihat kamu menari pake kostum…
Angga Yudhi (Angga Anal), He… diam-diam, kalau kamu ngomong ini kayak filsuf…he..he…
Saiful hudha (Ithonk Itil), Malam itu kamu sungguh cantik banget, bunga pun malu menunduk, pucat warnanya…
Navirotul Karima (Navi cantik), he…kamu selalu teriak Navi Cantik...kamu Cool and Calm..
Agung Asi, Sang bapak yang suka bertanya dan kritis,…aku lihat kamu ini suami romantis he…he…jangan lupa cipika-cipiki sama istri kalo pergi jauh…
I love you Full…
Langganan:
Postingan (Atom)