Percakapan di Udara

“Apa yang kamu rindukan hari ini?”

“Aku ingin menyusuri desa dengan naik sepeda. Seperti adegan film Eat, Pray, Love. Desa seperti di Bali itu loh, yang masih banyak sungai dan pohon. Kita menikmati udara segar pelan-pelan, seperti hanya kita yang bernafas hari itu. Sungguh tak ada yang mengalahkan kedamaian sebuah desa. Akhir-akhir ini aku keluar masuk sebuah desa untuk keperluan riset, itu seperti wisata.”

“Bukankah kamu suka pantai? Kok tidak ke pantai saja, kapan terakhir kamu ke pantai?”

“Sudah lama aku tidak ke pantai, pantai sekarang panas. Membayangkan saja bisa bikin gerah. Aku masih suka pantai, bagiku saat di pantai kita bisa memandag laut yang luas, seperti tak berbatas dan bebas. Aku menyukainya, namun saat ini hawa dingin dan udara segar membuat perasaanku hangat, bagiku itu kesenangan yang lain, kebahagian yang lain. Aku tergila-gila sesuatu yang berwarna hijau, pohon-pohon itu seperti penyelamat. Mereka mendamaikan! Mereka bisa meredakan amarah.”

"Oya...? Segitunya ya..."

“Suatu kali aku berpikir bagaimana jika ruanganmu yang kecil itu, diletakkan sebuah tanaman. Pasti lebih hidup! lebih berwarna. Hmmm...tapi sayang, kamu bukan perawat yang baik, tanaman mawarku dulu mati meranggas gara-gara kamu sering lupa menyiramnya. Kamu menyiksanya!”

"Hmm...jadi malu,kamu ingat itu ya?"

“Tapi begini, aku berpendapat bagaimana jika kamu menganggapnya sebagai teman. Jadi saat pagi, saat kamu minum kopi, anggap saja kalian ngopi bersama. Lalu saat itu kamu pun memberinya minum, kamu menyiraminya. Sederhanakan? Oya...agar dia tumbuh dengan baik, letakkanlah di dekat jendela, sinar matahari akan membuatnya sehat. Tiap kamu minum kopi dan memandang jendela, otomatis kamu melihat tanaman itu, kamu menyapanya dan hatimu berbisik “Hai mari minum bersama.” Hmmmm...kalau kamu, apa yang kamu rindukan sekarang?”

”Aku...Aku cuma pengen ada kamu disini, lalu aku tidak kesepian lagi.”

“Haa...Cuma itu, ayo dong...kamu bisa lebih baik lagi.”

“Mungkin aku akan malas-malasan sambil baca buku di sampingmu, mataku akan selalu tertuju pada buku itu. Seolah kamu tak ada. Seperti kamu ada di tempat yang jauh. Tapi nyatanya kamu dekat sekali. Begitulah, hatiku penuh dan seperti kamu sudah masuk di dalam sini. Lalu aku melihatmu cemberut, karena merasa aku cuekin. Tapi kehadiranmu sudah cukup bagiku, bahkan saat kita tak melakukan apa-apa. Saat kita cuma diam.”

“Waktu itu apa buku yang kamu baca?”

“Hmm, mungkin Thousand Cranes-nya Yasunari Kawabata. Aku khidmat membaca, sementara di luar hujan gerimis. Sempurna sekali. Aku pernah bilang kan, buku Kawabata enaknya dibaca waktu hujan. Dia penulis berbakat, yang pandai menggambarkan perasaan-perasaan.”

“Aku sih, suka hujan karena udara jadi tak panas. Mula-mula jika aku sedikit berusaha soal penghayatan, aku menyukai bau tanah saat hujan pertama. Baunya alami, mengingatkanku pada kampung halaman di masa lalu. Disana banyak rumah berlantai tanah, halaman penuh rumput. Tak seperti sekarang, kebanyakan tertutup paving block. Kedua udara dingin membuat aku tak perlu berkali-kali mandi. Aku akan memakai sweater juga celana panjang berbahan kaos, celana favoritku. Waktu minum teh jadi nikmat. Lalu aku akan bersemangat di dapur, mungkin aku akan masak spaghetti dengan parutan keju ekstra. Tapi ngomong-ngomong kamu tidak boleh minta loh.”

“Ehmm mengapa? kenapa?”

“Anggap saja itu hukuman. Karena cuma sphagetty yang bisa mengalihkanmu dari Kawabata. Hahahahaha... Kenapa sih, suka buku-buku karya orang yang sudah Mati?”

“Kenapa ya? Ah sulit menjawabnya, aku perlu mandi dan memakai baju berkerah, Mungkin juga perlu makan malam dulu. Nah baru, setelah itu aku bisa menjawabnya dengan baik.”

“Hahahhaha...lebay, jawab saja ngga bisa. Bilang saja pertanyaanku terlalu jenius."

“Ah kamu yang lebay sekarang, namun sungguh aku perlu mandi.”*

Selasar #3

Tentang teriakan tempo hari dan hari ini
Kamu mendengarnya
Namun dia datang dengan ceria
Membuatmu lupa telah memegang bara

Lalu senja-senja yang kian samar
tenggelam dalam lautan gedung itu
Menenggelamkanmu dalam keriuhan yang fana
Tak ada lagi cakrawala
Tak ada lagi jingga
Jingga yang kamu sukai
karena disanalah lahir sebuah puisi
Cakrawala yang bercerita tentang batas-batas
waktu kepulangan
juga penantian

Semua bergerak cepat sekali
Saling mendahului juga memunggungi
Hingga kamu belajar menjadi asing
"Itu aku sekarang", katamu malu-malu
Benarkah?

Namun teriakan itu terdengar lagi
Teriakan dari masa lalu
Lebih jelas, lebih jelas
Kamu berfikir dejavu
Dialah kekuatan,
yang berjalan menggenggammu
Kesederhanaan yang hangat memelukmu
Kesetiaan dari air mata,
yang kini Menetes
di jari-jarimu yang melepuh

Selasar #2

Kamu masih bertanya-tanya
tentang rembang petang
akankah muncul semburat jingga
di musim hujan
namun siapa yang menolak keajaiban

ketika logika tiba-tiba lelah
doa-doa itu jua yang terjaga
kamu pun mempercayai tanda-tanda

suatu hari
semburat jingga benar-benar ada
terang sekali
sampai ibunda mengingatkan
jangan terlalu lama memandanginya
keindahannya bisa membuatmu buta
hingga lupa jalan pulang

dan kamu berpaling sebentar
melukis wajahnya di udara
memandang wajahnya dalam bayang-bayang

kekosongan dan bisikan
mempermainkanmu
memaksamu berlari menyentuhnya

Selasar #1

Memang tidak mungkin,
saat memikirkannya
ketika kamu menaburkan lagi benih-benih untuk mereka

mungkin saja tidak,
karena kamu berbeda,
hatimu berubah seperti peri
yang tiap pagi menabur kasih ke jalan-jalan itu
lalu mereka mengenalmu
keceriaan yang kamu tularkan
keresahan yang kamu bagikan
hingga ada empati
hingga mereka simpati
bahkan beberapa jatuh hati

musim berganti
Saat gembira, mereka mendekatimu
saat rusuh, mereka pergi meninggalkanmu

namun,
kesepian tetap menderamu
kamu kembali menyapanya
kamu kembali menginginkannya
sambil bertanya,apa aku ini?

Dan disanalah dewa
Dan disanalah setan
bercengkrama mesra

Butuh Berjalan Lagi

Aku menemuimu di waktu pagi di ruangan lembab itu
Sedikit cahaya mendekati gelap, lalu pikiran menuntunku menemukan bayanganmu
yang layu, dengan lingkar mata menghitam dan selembar wajah tirus
Tak ada obsesi,
namun hatiku berdesir saat sepasang bola mata itu menyala
Hei...itu cahaya, apa hanya aku yang melihatnya
Lalu sesuatu terisi
Belajar hal-hal sederhana , melalui perasaan
Hal-hal semakin sulit dijelaskan matematika

Cahaya itu, menyimpan banyak teka-teki
Aku masih berdiri, seolah menunggunya bercerita
yang hari-hari berikutnya melalui matanya
aku lebih banyak menemukan goresan
Yang manis lalu pahit, yang samar lalu jelas
Yang pahit lalu manis, berulang-ulang membentuk dinamika
Melewati musim-musim, ketika ucapan bagai doa-doa yang mengabur di udara
Lalu kata-kata dalam goresan itu, menjadi abadi untuk sementara
Seperti coklat yang meleleh di mulut
atau es krim
semuanya manis, namun cepat habis
kita ingin, ingin lagi
namun tak seketika itu ada
kita butuh berjalan lagi, kita butuh menemukan lagi
bukankah akan selalu begitu, tak ada yang selalu ada
kita butuh berjalan lagi

Rumah kesabaran

Mari bangun rumah itu, rumah yang nanti akan menampung banyak hal. Mari membuka hati untuk mereka yang rindu damai dan kehangatan. Mereka pengungsi yang kedinginan karena rumahnya kebanjiran. Mereka yang jauh datang dari tanah merah, karena disana nyawa tak lagi berharga. Atau anak-anak kecil yang lapar karena jalanan hanya bisa memanggangnya.

Mereka yang ingin berdamai. Mereka yang ingin berbincang. Mari kita dengarkan, mari peluk mereka satu-satu, dengan kasih seolah kita adalah saudara lama.

Mari kita bangun rumah itu. Rumah dengan banyak ruangan-ruangan. Rumah yang akan menampung segala macam warna dan rasa. Sampai kita tidak sadar bahwa sedih dan senang itu berbeda. Sampai kita hanya mengenal bahasa senyum dan tawa tiap hari.

Rumah hati yang kita bangun itu, memiliki ruang-ruang kesabaran yang tak pernah habis. Karena kita membangunnya tiap hari. Setiap pagi. Setiap hari.

Catatan untuk Dibaca

Suatu hari kamu merasa bersalah, karena telah mencuri waktu yang bukan milikmu. Kamu datang duduk manis, dengan secangkir teh hangat di tanganmu. Kamu menikmatinya tanpa tahu darimana teh itu berasal? Kamu pun tidak tahu bagaimana si pembuat teh itu bisa ada di ruangan yang sekarang sama denganmu.

Mungkin ada banyak cerita dan kamu pun mendengarnya. Tentang kebenaran, tentang kesalahan, tentang peringatan, namun kamu mengabaikannya. Kamu tetap ingin mencuri, atas nama kesenangan mungkin kebanggaan. Sampai suatu hari kamu merasa bodoh.

Harimu ringan, di sela-sela ingatan tentang seseorang. Orang yang seharusnya memiliki waktu yang kamu curi. Namun bagaimana kamu mengingat, jika kamu bahkan tak pernah bertemu dengannya?

Oh please, jangan mengeluh sekarang, saya bosan mengerti. Karena kamu seperti trend, kamu masuk dalam pusaran mereka, cerita-cerita di televisi itu. Hanya sayangnya tak segemerlap itu.

Kapan-kapan, minumlah teh bersamaku. Agar kamu tak mendengar cerita dari orang-orang.

*Catatan untuk si Mbak

kenapa hijau?

Warna itu berganti, namun warna hijau masih ada
Memandanginya dan tidak ada yang istimewa, hanya
Senyum kecil di sudut bibir, lucu barangkali
Menertawakan diri sendiri, seberapa seringkah itu terjadi?
sementara warna-warna lain ingin berganti hijau, sejuk katanya
damai…
bagaimana jika itu bercampur? Pasti saya kebingungan
memisahkannya? Mengenalinya?
Sementara saya mencintai hijau
Buang saja yang lain

Berceritalah Pagi

Berceritalah pagi kepadaku, tentang nama dan warna, tentang waktu dan kenangan. Dia datang seperti tarikan nafas, begitu saja seperti rutinitas tanpa perintah dan permintaan.
Tentang jatuhnya daun pohon jambu di musim kemarau yang gugur.
Tentang Agustus yang menggigil di malam hari, meninggalkan perdebatan tak kunjung damai dari hutang-hutang kewajiban yang menuntut usai.
Tentang sorot mata ceria seorang gadis yang duduk di kursi roda dan mengajakku bercanda di suatu pagi, di sanalah aku bertemu Tuhan.
Tentang senyuman seorang nenek renta yang berhenti berjalan dan menawariku membeli sendok kayu sore itu, di sanalah aku bertemu kasih Tuhan
Hari-hari semakin cepat bagi mereka yang dewasa,
Sementara anak-anak ramadhan tak sabar menunggu lebaran
Lalu tentang impian-impian yang mengajaknya berlari terus dan terus.
Ini tidak perlu bukan? Semua yang sulit di cerna ini lahir dari perasaan.

Kantor

Dia mencium bau apek dari tumpukan kertas yang berusia puluhan tahun. Udara lembab yang khas menyergap saat dia membuka pintu itu. Seperti museum penyimpanan dokumen kuno, dan dua atau tiga kali dia mengingat pertemuan pertama sembilan tahun lalu. Saat dia menginjakkan kaki di kantor itu hanya untuk mengantarkan surat undangan. Ingatan yang muncul selanjutnya adalah, sebuah kesan yang aneh tentang kantor dengan bangunan tua, sedikit karyawan, lalu seorang perempuan yang dia sangka seorang front office memainkan game solitare. Dia sempat mengumpat dalam hati, “malas sekali ya”. Setelah berterimakasih dia buru-buru pulang dengan menyimpan kenangan tentang kantor yang sepi. Dua tahun setelahnya dengan cara kebetulan dia telah menjadi bagiannya.

Sebuah kesadaran yang meruntuhkan pandangan tentang wujud sebuah kantor yang semula diyakini harusnya mirip bangunan gedung-gedung pemerintahan atau perbankan bukan sebuah rumah tua. kenangannya melompat-lompat, hingga pandangan-pandangan tidak penting ini juga mengingatkan kenapa dia tidak memilih sebuah SMA sama dengan pilihan teman karibnya, teman berzodiak pisces yang paling mengerti dirinya -meskipun dia sama sekali tidak percaya ramalan bintang-, hanya alasan takut menyeberang jalan raya yang padat di jalur pantura. Hanya kenangan sebuah jalan yang lebar dan lalu lintas yang berjalan ganas dan pertanyaan bagaimana ia akan menyeberanginya tiap hari? Dia memutuskan untuk tidak daftar ulang. Lalu memilih sekolah dengan standar persyaratan hampir sama. Namun di situlah perubahan di mulai, dia mengurangi jalan-jalan dan nonton pertunjukan musik. Di kemudian hari dia belajar banyak tentang substansi.

Tiap hari udara panas bercampur desing kipas angin akrab membelai-belai udara dalam ruangan-ruangan. Namun dia memiliki ruangan khusus yang tenang dan sangat privat. Bahkan menjadi pelarian banyak temannya karena dianggap paling sejuk dan bebas dari dering telepon. Dari ruangan itu sayup-sayup dia mendengar banyak cerita. Tentang tangisan seorang Ibu korban KDRT. Seorang laki-laki bersuara lantang karena kena tipu hutang-piutang. Atau sekelompok orang dengan wajah kesal karena mengalami penggusuran. Begitulah tiap hari dia menemukan wajah-wajah bermasalah. Tiap hari dia banyak mendengar pernyataan yang sama, “Saya minta dibantu.”

Tiap kedatangan membawa aroma yang berbeda. Dia menghapal banyak nama hanya dari suara langkah kaki karena begitu dekatnya sebuah hubungan pertemanan. Dia lebih sering diam dan mendengarkan, dia bukan tipe banyak bicara, karena itu teman-temannya diam saat dia mulai bicara dalam sebuah rapat. Dia menduga karena suaranya terlalu pelan atau apa yang dibicarakan memang penting, namun tanpa berniat sombong dia memilih alasan pertama. Sekali bicara dia bisa banyak dan lama, seperti sesuatu yang dia kumpulkan beberapa hari dan menunggu-nunggu waktu yang tepat. Saat dia diam, dia hanya untuk lebih banyak menimbang-nimbang agar dapat memahami dan mengerti. Dia tidak suka meributkan hal-hal kecil.

Sekali waktu dia mendapati seorang teman bisa sangat emosi mengetahui sebuah keputusan yang tidak adil. Itu beberapa kali terjadi, mendampingi orang miskin yang tak punya kekuatan, sering dikalahkan tak peduli posisi benar dan salah. Kekuasaan dan uang masih dominan bicara. Namun suatu hari dia turut bahagia mendapati teman-temannya pulang membawa cabai, melon, juga sayur-sayuran pemberian petani lahan pasir yang mereka bantu. Pemberian sebagai wujud dari ucapan terimakasih.
Seseorang yang datang dengan keringat membanjir namun terus berceloteh berapi-api tentang masa aksi yang terlibat bentrokan. Tentang upaya dialog yang berjalan alot yang berakhir penolakan memasuki sebuah gedung pemerintahan. Atau tentang pengalaman lucu ketika menyanyikan lagu-lagu atau yel-yel ejekan yang ditujukan pada penguasa yang telah melupakan kualitas hidup warganya.

Ada perasaan jemu dan nyaman menghinggapinya silih berganti dengan ritme yang sama saat dia pun merasa damai. Kilat-kilat mimpi yang memanggil dalam kesendirian. Lalu keberanian yang datang dalam ukuran tepat saat ia menyusuri jalanan kota yang panas. Seperti kerinduan yang muncul tiba-tiba bersama deru angin yang membuatnya menggigil.
Dia berhitung namun juga membebaskan, dia berusaha namun juga berserah diri, hanya satu yang dia pegang yaitu keyakinan dengan kadar yang sama. Dia tak pernah heran kenapa bisa melaluinya. Dia hanya percaya Tuhan memilihnya untuk melalui jalan-jalan yang telah lewat atau mungkin yang akan datang.

Suatu sore dalam riuh rendah obrolan tiba-tiba seorang nenek penjaga membawakan pisang goreng. Mereka lahap menyambut makanan itu semua ikut berebut mendapat jatah. Disebuah ruangan dengan berisik desing kipas angin makanan itu kandas dan obrolan berjalan hingga petang, suara adzan akhirnya mengingatkannya untuk pulang ke rumah.

Hanya dari membaca tumpukan berkas bau apek itu dia dapat membayangkan bagaimana seseorang bercerita waktu itu, bagaimana ekspresinya? Bagaimana struktur perasaannya? Bahkan dari tanggal yang tertera, dia sendiri mencocokkan waktu itu dia sedang mengalami apa? Tanpa bermaksud untuk membuat analisa psikologis, dia dapat menjelajahi kisah-kisah dengan ragam upaya dan keputusan yang benar-benar nyata. Tak peduli apa wujud fisiknya, organis macam ini masih sangat dibutuhkan. Mereka terus berjalan karena semangat juga panggilan nurani.

Just Sweet Quotes

B: Some say the world will end in fire. Some say in ice. But from what I've tasted of desire, I hold with those that favor fire. But if I had to perish twice...I think I know enough of hate to say that for destruction ice is also grave, and lots of ice.
E: Marry me.
B: Change me.
E: Okay I will if you marry me. It's called a compromise.
B: It's just called coercion.
B: Marriage is just a piece of paper.
E: Where I'm from it's the way one says "I love you".
B: Well, where I come from at my age, it's the way one say's "I just got knocked up".
E: So you're worried about what people will think.
--------------------
B: Why are you so against me becoming like you?
E: I told you.
B: Be honest with me. There's more.
E: I know the consequences of this choice you're making. I've lived through it, and to let you suffer that...You believe I have a soul and I don't, but to risk yours just for the sake of never having to lose you is the most selfish thing I'll ever do.
B: I thought that you were afraid that I'd feel different and like, I wouldn't be warm. I wouldn't smell the same.
E: You'll always be mine, just less fragile.

----------------
E: I just don't know why you're doing this.
B: What?
E: No, you're trying to make everyone else happy. But you're already giving away too much.
B: You're wrong. This wasn't a choice between you and Him. It was between who I should and who I am. I've always felt out of step, like literally stumbling through my life. I've never felt normal, because I'm not normal. I don't wanna be. I've had to face death and loss and pain in your world but I've also never felt stronger...like more real, more myself because it's my world too. It's where I belong.
E: So, it's not just about me?
B: No. Sorry. I've made a mess trying to figure this out but I wanna do it right and I wanna tie myself to you in every way humanly possible.

Ingin Ibu

Belakangan ini saya ingin sekali bertemu ibu, saya ingin sekali punya ibu. Yang selalu perhatian dan sayang tanpa saya memintanya. Yang mengerti apapun yang saya inginkan tanpa harus mengatakannya. Saya ingin ibu yang melahirkan saya hadir disini.

Saya ingin memanggilnya,…
Saya rindu sekali, sentuhannya yang menenangkan. Aromanya yang khas, masih jelas tertinggal dalam penciuman.

Saya masih ingat. Tiap saya pulang pada jam istirahat sekolah dan mendapati ibu tidak ada dirumah, saya selalu menangis. saya tidak melanjutkan sekolah pada jam berikutnya. Lalu teman-teman saya atau guru saya yang membawakan tas itu pulang. Sementara saya masih menangis sampai ibu datang. Kenangan itu sering mampir dalam ingatan saya akhir-akhir ini.

Ingatan kedua adalah sewaktu saya kepengin sekali makan sate. Ibu bela-belain membelikan untuk saya, padahal warungnya jauh. Penjualnya adalah teman ibu saya, mereka suka ngerumpi dan kadang sering lupa waktu. Hujan lebat sekali dan saya khawatir, pikiran buruk kemana-mana. Saya takut sekali, dalam penantian itu saya membuat janji banyak sekali, akan patuh, rajin belajar, rajin membantu dan sebagainya. Ini mungkin berlebihan, ini personal.

Saya kangen ibu yang memarahi saya. Mengomentari penampilan saya. Mengingatkan saya yang malas minum susu, karena saya tidak suka susu. Saya ingat dia selalu menunggui gelas susu saya hingga habis. Lalu mengingatkan saya untuk hal-hal baik lainnya.

Akhir-akhir ini keinginan itu rajin menghampiri saya. Saya ingin menghela nafas. Saya ingin ada jeda sejenak dari rutinitas, saya ingin tidak memikirkan apa-apa. Saya rindu nyaman darinya.

Ibu, saya ingin ibu disini. Ingin sekali ibu.
Ya Allah, mohon jaga ibu ya.

Stasiun 2

Stasiun adalah kenangan khusus. Disana menyimpan segala macam perasaan yang hadir paling komplit. Saat kedatangan dan kepulangan.

Ada perasaan malu-malu dalam perjumpaan sementara. Adakah yang berubah? Memastikan tak ada kekurangan. Lalu hanya senyuman. Saling memandangi,lupa bertegur sapa. Semua telah tergantikan dengan kehadiran.

Ada perasaan campur aduk yang berburu dengan waktu. Genggaman untuk saling menguatkan lalu mata yang memerah. Suara-suara ceria yang tiba-tiba wajib ada. Desir tipis oleh lengkingan peluit. Kali ini ada hujan ciuman, seperti semua orang itu pohon.

Konsentrasiii!

Menulis...menulis itu seperti menari hingga trance. Itu kata kata seorang kakak yang sekarang jadi penulis sukses. Dialah orang yang mengenalkan aku pada dunia buku dan tulis menulis saat aku baru sebulan berstatus mahasiswa. Bukan main rajinnya, perjuangannya, hingga urusan perut jadi nomer dua setelah buku.

Saking giatnya memotivasiku, sampai suatu hari mengirim naskah resensi buku Amartya Sen "Demokrasi bisa mengurangi kemiskinan" menggunakan namaku. Lucu sekali, jika aku baru mengetahui ketika naskah itu dikembalikan Kompas. Naskah ditolak karena redaksi kesulitan menemukan tempat untuk memuatnya, alasan yang sopa. Aku bingung, merasa tak pernah mengirim naskah itu. hmmm lucu sekali jika kemudian aku tau dia yang mengirim.

Dalam suatu kesempatan kita menghadiri acara bincang buku oleh Mizan dan Gramedia. waktu itu Audiens diminta memberikan kesan dan penilaian tentang buku. ternyata jawabanku terpilih jadi pemenang, aku berbisik padanya "eh, tanda-tanda penulis besar ada disini hahha..." Dia tersenyum, karena tidak terpilih.

Aku dapat hadiah gelas berlogo Mizan, gelas itu masih ada sampai sekarang, aku tidak memakainya untuk minum. Aku merasa sayang, lalu kupakai sebagai tempat bolpen.

Anyway, sebenarnya sekarang aku sedang dikejar-kejar deadline menulis, namun malah menulis di blog. Ternyata akupun belum bisa menulis dengan baik, hanya sedikit buat memenuhi kewajiban di kantor, atau hal-hal remeh untuk blog. Heheheh...

Aku sedang sulit berkonsentrasi seperti sekarang ini. pikiran cepat berpindah dan bikin aku membeku. Lalu ada pesan yang penting,mampir dipikiranku untuk kusampaikan. Meskipun hanya sebuah pesan dan kata-kata. Namun aku percaya kata-kata yang tulus kadang bisa melebihi sebuah tindakan.
"Hati-hati ya sayang...untuk hari ini dan selamanya..."

The first time ever i saw your face

ini adalah judul lagu, liriknya tidak istimewa, namun saya terpesona saat sang penyanyi Celine Dion menyanyikan lagu ini dengan penghayatan penuh. Dia meneteskan air mata di akhir lagu. Dengan gaun warna merah menyala, namun tidak mengurangi rasa haru yang muncul karenanya.

The first time ever I saw your face
I thought the sun rose in your eyes
And the moon and the stars were the gifts you gave
To the dark and the endless skies, my love

And the first time ever I kissed your mouth
I felt the earth move in my hand
Like the trembling heart of a captive bird
That was there at my command, my love

And the first time ever I lay with you
I felt your heart so close to mine

The first time ever I saw your face
Your face, your face, your face

Aroma Korupsi dari KIKB

Sejak 1 Februari 2011, jika anda yang berkendaraan bermotor memasuki kawasan UGM, akan dikenai biaya masuk. Sepeda motor ditarik 1.000 rupiah dan mobil 2.000 rupiah. Aroma korupsi tercium harum disini.

Aturan soal tarif diatas muncul setelah rektor menerbitkan Peraturan Nomor 408/P/SK/-HT/2010 yang dikeluarkan tanggal 29 juni 2010 tentang penerbitan Kartu Identitas Kendaraan Bermotor (KIKB). Peraturan ini menimbulkan penolakan baik dari mahasiswa maupun dari masyarakat sekitar UGM karena dianggap merugikan dan menghapus citra UGM sebagai kampus kerakyatan. Selain itu juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 66/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Menurut pasal 49 ayat (2) pengelolaan satuan pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, akuntabilitas, penjaminan mutu, transparansi, dan akses berkeadilan.

Peraturan Rektor No 408/P/SK/HT/2010, menggunakan rujukan yakni PP No. 153 Tahun 2000 tentang penetapan UGM sebagai Badan Hukum Milik Negara. Padahal PP tersebut telah dicabut dan diganti dengan PP No. 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. PP No 66 Tahun 2010 dikeluarkan sebagai tindak lanjut dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No 11-14-21-126-136/PUU VII/2009 tertanggal 31 Maret 2010. Putusan ini membatalkan UU No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

Dengan adanya PP tersebut maka status UGM sebagai universitas yang semula sebagai Badan Hukum Milik Negara menjadi universitas yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu UGM tidak lagi memiliki otonomi yang luas termasuk dalam pengelolaan keuangan.

Acuan yang dipakai UGM dalam pemberlakuan KIKB terkait system pengelolaan keuangannya berpijak pada PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Selama ini yang berhak menerima pendapatan non pajak adalah Badan Layanan Umum (BLU). UGM adalah institusi pendidikan belum menjadi BLU. Sehingga tindakan memungut bayaran sebagai tanda masuk kampus bagi masyarakat yang tidak bisa menunjukkan kartu identitas kendaraan bermotor (KIKB) adalah pelanggaran karena bertentangan dengan UU no 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Uang yang diterima itu harus masuk ke negara melalui rekening menteri keuangan.

Selain itu pemberlakuan KIKB juga melanggar UUD ’45 pasal 23 A yang berbunyi: “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Pemberlakuan KIKB ini dianggap mengganggu keyamanan civitas akademika dan masyarakat yang hendak masuk wilayah UGM.

Pokja Akuntabilitas Perguruan Tinggi (PATI) yang merupakan gabungan dari Forum LSM Yogyakarta, Walhi Yogyakarta, ICM, LBH Yogyakarta, dan Aji Yogyakarta telah mengadukan kasus ini ke lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Yogyakarta. Menurut M. Irsyad Thamrin direktur LBH Yogyakarta, PATI melaporkan kasus ini dikarenakan ada masalah prinsip terkait pelayanan publik khususnya tentang prinsip Akuntabilitas yang dilanggar, juga ada mal administrasi terkait pemberlakuan KIK yang bertentangan dengan undang-undang.

Kepala ORI Karjono Darmoatmojo mengaku akan menelaah isi laporan yang disampaikan oleh PATI. Dia juga akan melayangkan surat klarifkasi ke UGM. Jika memungkinkan maka surat tersebut bisa juga sampai bentuk rekomendasi.

Menurut Pihak UGM, Enny Nurbaningsih Kepala Bidang Hukum dan Tatalaksana UGM melalui surat nomor 47/HT/2011 tertanggal 12 april mengatakan kebijakan UGM menerapkan KIKB adalah sebuah strategi untuk mengendalikan arus lalu lintas dalam rangka memisahkan pergerakan orang dan barang yang berkepentingan dan yang tidak berkepentingan dengan UGM. Program ini nantinya akan mencegah komersialisasi kampus seperti pungutan arkir liar dan gangguan ketertiban semisal pencurian (Harjo, 28 April 2011).

Semua civitas akademika UGM direncanakan akan mendapat KIKB secara gratis sehingga bebas dari biaya masuk. Bagi masyarakat luar yang berkepentingan dengan UGM akan mendapatkan fasilitas gratis dengan menunjukkan voucher yang bisa diperoleh dari kantor administrasi unit kerja UGM.

Namun sekali lagi yang perlu dicermati adalah soal kebijakannya. Jika hanya masalah ketertiban dan bebas dari pencurian maka pihak UGM bisa menyewa polisi untuk menjaga keamanan, bukan memungut uang masuk. Penjelasan dari pihak UGM tersebut dinilai tidak menjawab substansi masalah. Masalah disini adalah soal akuntabilitas dan transparansi kebijakan KIKB.

Penolakan pemberlakuan KIKB sebenarnya tidak hanya datang dari masyarakat, namun juga dari mahasiswa sendiri. Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei para elemen mahasiswa juga melakukan unjuk rasa di depan Graha Sabha Pramana. Mereka menilai UGM telah melakukan pungutan liar, karena itu pemberlakuan KIKB harus ditolak. Mereka menolak adanya praktek komersialisasi pendidikan yang telah menodai citra UGM yang selama ini dikenal sebagai kampus kerakyatan.

Pungutan yang katanya untuk kegiatan mahasiswa ini mendapat protes dari Badan eksekutif Mahasiswa (BEM). Akibat dari sikap yang diambil BEM tersebut, Rektor akhirnya menghentikan pemberian dana kegiatan untuk organisasi mahasiswa ini. BEM dibekukan.

Belakangan PATI telah melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, karena tidak mendapat jawaban jelas dan pasti dari pihak UGM. Pihak UGM belum menjelaskan peruntukan dana hasil pungutan tersebut, mereka hanya menjawab untuk kegiatan mahasiswa dan hanya mengucapkan terimakasih atas protes tersebut.

Lalu soal keberadaan rekening penampung dana ini juga bermasalah karena UGM bukan BLU. Rekening rektor belum tercatat dalam pengawasan kementrian keuangan.

Asisten Intelegen Kejati DIY Henri Budianto mengatakan pihak Kejati sendiri telah mengagendakan audiensi dengan UGM terkait KIKB ini namun belum terealisasi.

Sebenarnya PATI siap melakukan dialog head to head dengan pihak UGM jika dipertemukan. Namun jika tidak ada itikad baik dari UGM, maka PATI akan melakukan tindakan tegas melalui jalur hukum. Tindakan korupsi adalah tindakan kriminal luar biasa yang akan merugikan banyak pihak, maka kita harus melawannya.

Pulang

Ada satu hubungan unik yang akan selalu memanggilmu kembali. Yang akan kamu ingat di manapun kamu berada. Tak peduli umur, rupa, ataupun setatus sosialmu sekarang. Dia akan mengikutimu seperti bayang-bayang. Sejauh kamu pergi, selama kamu merentang jarak. Ada hati yang akan selalu memanggilmu pulang. Menyambutmu setengah berlari dengan tangan terbuka lebar, ingin merengkuhmu. Seperti saat kamu masih dalam ayunan. Mereka tak ingin menganggapmu dewasa. Mereka adalah Orang Tua.

Mereka yang menyayangimu sebelum kamu mengerti kasih sayang. Saat renta dan pandangan tak lagi jelas, dia akan tetap mengenalmu hanya dari bau yang kamu tinggalkan. Mereka bertanya-tanya dalam kecemasan yang ditutupi demi ketenangan dan kebahagianmu.

Pulanglah dan temukanlah wajah yang rindu itu. Sebelum kamu hanya bisa menemuinya dalam doa.

the greatest rewards

So suddenly, so strange
Life wakes you up, things change
I've done my best, I've served my call
I thought I had it all

So suddenly, so strong
My prejudice was gone
You needed me, I found my place
I'm different now, these days

Now the greatest reward
Is the light in your eyes
The sound of your voice
And the touch of your hand
You made me who I am

You trusted me to grow
I gave my heart to show
There's nothing else I cherish more
I stand by you for sure

Now the greatest reward
Is the love that I can give
I'm here for you now
For as long as I live
You made me who I am

So suddenly, it's clear to me
Things change
Our future lies in here and now
We made it through somehow

Now the greatest reward
Is the love that I can give
I'm here for you now
For as long as I live
You made me who I am

You made me who I am


So sweeeet...love jogja and you, soundtrack of your life...

Pagi Ceria

Disuatu pagi yang ceria kamu membuka jendela rumah lebar-lebar, semilir angin seketika menamparmu lembut bersamaan cahaya mentari yang memelukmu hangat. Kamu memasang telingamu tajam, untuk mendengarkan harmoni alam yang menghanyutkan. Merasakan segala bunyi di pagi hari, kamu bersyukur atas anugerah pagi itu dan berdoa semoga esok hari dapat merasakan hal yang sama.

Tak henti-hentinya kamu mengagumi pagi itu, seolah kamu membeku dan ingin menghentikan waktu agar pagi terus dapat bersamamu.

Kamu punya kursi favorit yang kamu letakkan di samping jendela. Disitu kamu berdiam diri, dan tak seorangpun dapat mengganggumu, itu adalah dunia yang kamu miliki sepenuhnya. Kamu mendengarkan suara penyanyi yang paling kau sukai, mengimpi dan memejamkan mata. Kamu hafal semua liriknya, hingga dengan mudah kamu terhanyut seolah kamu ada di dalamnya. Satu lagu habis berganti yang lain. Kamu membuka mata dan melihat secangkir teh yang ada di dekatmu telah menunggumu hingga kehilangan asap. Kamu meneguknya pelan-pelan, menyesapnya dalam-dalam seperti itu adalah teh terakhir yang kamu punya.

Waktu berjalan pelan, matahari mulai meninggi, namun aura pagi tetap tinggal bersamamu, seolah menemanimu memberi berkah sepanjang hari. Kamu berbisik: ini adalah pagi ceria di akhir pekan.

Rumah Impian

Ada rumah mungil di hamparan semesta yang hijau. Tiap hari hanya ada damai dan ketenangan. Rumah itu memiliki jendela yang lebar-lebar, udara melimpah ruah. Diantara ruangan-ruangan itu, ada satu ruangan istimewa yang terisi penuh dengan buku. Saat kamu berada di sana, kamu akan merasa menjadi orang paling bahagia. Kamu bisa seharian diam saja tanpa bicara, namun seolah kamu berkeliling kemana-mana.

Di pekarangan rumah itu kamu bisa berkebun, kamu menyukai tanaman. Kamu merawatnya dengan hati-hati melihat pertumbuhannya setiap hari seperti menunggui bayi. Seperti bagaimana memetik bunga mekar agar bercabang lagi, kamu memotongnya dengan gunting hati-hati sekali. Seolah kamu dapat merasakan sakit atas tindakanmu itu.

Dihari yang lain, kamu hanya duduk saja, bercanda dengan ikan-ikan. Bermain dengannya, menaburkan makanan, melihat ia tiba-tiba bersembunyi dibalik rimbunan tanaman air entah karena malu akan kedatanganmu atau karena perubahan cuaca. Kamu senang mengamati bunga-bunga teratai yang tumbuh mesra di atas kolam itu. Kamu mengaguminya seperti itu adalah mukjizat Tuhan yang dikirimkan khusus untukmu. Tiap hari kamu bersyukur karena dapat menghirup udara yang benar-benar bersih.

Kehidupan dirumah itu sangat tenang tak ada keributan, jauh dari hingar bingar keramaian, padatnya lalu lintas, atau runyamnya percakapan dari sebuah debat politik. Suatu kali kamu hanya ingin menghabiskan waktu dengan membaca atau menulis saja, sepuasnya. Semua berjalan begitu mudah karena tempat kerja tak perlu kau datangi setiap hari. Kamu mengendalikannya lewat dunia maya. Semua bergerak pasti namun tak nampak. Usahamu berkembang, kamu cukup memantaunya dari rumah itu juga. Semua berjalan secara online. Namun tak lupa, tiap akhir pekan, kamu tetap rajin mengunjungi sahabat, mengundang mereka kerumahmu untuk bercengkrama, memasak bersama, atau menonton film. Di akhir pekan itu kamu selalu menyempatkan diri untuk keluar makan atau menikmati acara budaya. Sebut saja ini sebagai bagian dari “sosialisasi fisik.”

Begitulah, semua nampak lengkap dalam sahaja dan bahagia. Sampai suatu hari kamu menyadari ada uban di rambutmu, ada keriput di kulitmu, dan jiwamu tetap sama. Kamu merasa masih muda.

Hei, apa ini surga?

Untuk Fantastic 4

Aku mengenangmu, saat kita tumbuh bersama dalam percakapan sambil lalu tak mengenal asal dan usia. Satu-satu dari kita pergi, begitulah ada pertemuan dan perpisahan. Sebuah hubungan klasik yang abadi. Tak ada orang yang benar-benar terus bersama. Mungkin kita terpisah oleh jarak atau kematian.

Hari ini seperti ada pengulangan.

Aku bahagia bersama kalian. Mungkin suatu hari akan datang yang lain dan entah akan diberi nama apa? Aku ini orang jauh, keluargaku hanya teman, sudah selayaknya berbuat baik dengan teman. Baiklah selamat jalan teman-temanku. Semoga bahagia selalu menyertai kalian di manapun berada. Seperti bahagia kita saat bersama.

Adalah jiwa-jiwa kita yang akan saling mengingat, saat kita tak lagi bertegur sapa dan bertatap muka.

Otherside

Banyak yang sudah kami lakukan, banyak yang sudah dia ajarkan kepadaku. Ketika aku masih serupa bocah yang terbungkus oleh tubuh orang dewasa. Aku tak ingin membuat kesalahan kedua kali dengan meninggalkannya. Betapapun dalamnya luka itu, namun dia menerimaku. Rasanya di dunia yang semakin menipis kepercayaannya ini, dialah yang selalu percaya dan mendukungku dengan kesabaran tanpa lelah.

Disaat banyak orang membawa kerumitan dengan memperhitungkan baik buruk dan hitam putih. Rasanya hanya dia yang tidak menuntutku apa-apa. Kenyataan mana lagi yang akan kuingkari? Begitu sederhana. Sesederhana jawaban yang aku terima, saat aku bertanya mengapa masih ingin bersama.

Apa yang dilihatnya dariku saat itu. Aku merasa pertemuannya denganku adalah sesuatu yang kebetulan, mungkin aku datang disaat yang tepat, itu saja. Saat ini aku ingin berusaha menghapus keraguan dan ketakutan, rasanya semua sudah cukup. Dimanakah aku belakangan ini?

Waktu tak pernah terulang kembali, menyesal tidak mengubah apa-apa. Jika hidup adalah sebuah amanah, jika ada yang masih bisa kulakukan, aku hanya ingin melihat dia bahagia.

Someday

Someday when I pass away
if I could
I don't want to go far away
from you
Event, I want you forgetting me easily

I will standing next to you
without you realize it
I will stay near to you
Whisper sweets pray
for your joy and happiness

Stasiun

Akhirnya akan tiba saatnya pada hari yang biasa, betapapun sempurnanya sebuah hari. Akhirnya kereta itu juga yang membawamu pergi.
“Apa yang kamu lihat dari wajahku?” kamu bertanya.
“wajah perpisahan.” Jawabku
Bukankah itu menjelaskan segalanya.

Bertahun-tahun lalu aku selalu berfikir, disaat-saat seperti itu.

Seandainya kita tak tinggal di negera yang kacau. Seandainya kita tak perlu rumit memikirkan pekerjaan. Seandainya pekerjaan itu tidak membuat kita berjauhan. Mungkin kita tak perlu menanggung kesedihan di stasiun. Akhirnya aku harus membenci “jarak” sialan itu!

Janji itu membuat perutku mulas, namun hatiku hangat kembali.
Aku bilang, “Di manapun aku akan tinggal, asal ada kamu suatu hari nanti.”
Kamu bilang “Aku sulit bersama orang lain, karena aku punya kamu, jauh disini.”

Seperti daun-daun yang menguning, mudah jatuh karena hembusan angin, begitu rapuh.

Akses Kesehatan Reproduksi bagi Perempuan Miskin

Kondisi Kesehatan reproduksi bagi perempuan miskin sangat memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 AKI masih tergolong tinggi yakni mencapai 228 per 100.000 kelahiran. Kurangnya sosialisasi tentang pentingnya kesehatan reproduksi dan sulitnya akses untuk menjangkau layanan kesehatan bagi perempuan miskin menjadi penyebab utamanya. Selain itu informasi tentang bagaimana menjaga kesehatan dengan biaya murah pun terbatas. Perlu diketahui jumlah perempuan miskin di Indonesia tergolong tinggi, menurut catatan Women Development Index (WDI) jumlahnya ada 111 juta jiwa.

Pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap masalah ini tidak memberikan perhatian serius.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya alokasi anggaran yang minim untuk bidang kesehatan. Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan yang berlaku, besaran anggaran untuk kesehatan adalah 5 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta untuk APBD adalah 10 persen di luar gaji, dengan dua per tiganya digunakan untuk pelayanan publik. Namun di daerah-daerah besarnya anggaran untuk kesehatan hanya 0,1 persen (Antara, 4 juli 2010).

Hingga hari ini, Undang-Undang Kesehatan masih menuai persoalan karena belum memiliki peraturan pemerintah (PP), jadi bagaimana menerapkannya?
Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental, dan sosial, bukan sekadar tidak adanya penyakit atau gangguan di segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi, maupun proses reproduksi itu sendiri (Dokumen Kairo, 1994).

Disini kita dapat melihat kesehatan reproduksi tidak melulu hanya persoalan fisik yang bisa diselesaikan secara medis. Namun lebih dari itu ada unsur mental atau psikis seseorang yang harus sehat yakni bebas dari tekanan atau perasaan negatif lainnya. Selain itu harus memenuhi sehat secara sosial, artinya masing-masing orang berhak menjangkau pelayanan kesehatan yang akan memungkinkan kaum perempuan menjalani fungsi-fungsi reproduksinya secara sehat, terutama kehamilan dan melahirkan secara aman. Dalam pengertian yang baru ada tambahan sehat secara ekonomi, artinya perempuan harus dalam kondisi ekonomi yang baik agar dapat memenuhi kesehatan reproduksinya.

Menurut Deklarasi Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 25 menyatakan setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah yang berada di luar kekuasaannya.

Dengan demikian, berbicara tentang hak-hak reproduksi berarti berbicara tentang spektrum yang luas, mencakup tentang relasi laki-laki dan perempuan baik dalam ranah publik maupun domestik. Secara fokus kesehatan reproduksi terbagi dalam masalah-masalah perkawinan, kehamilan, kelahiran, perawatan dan pengasuhan anak. Termasuk juga persoalan aborsi, Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV dan AIDS, Keluarga Berencana (KB), alat kontrasepsi, serta masalah prilaku seksual.

Terbatasnya akses
Minimnya akses informasi yang diterima oleh perempuan miskin menyebabkan kurangnya pemahaman mereka terhadap makna dan pentingnya kesehatan reproduksi. Perempuan miskin umumnya berpendidikan rendah, yang tentu saja berimbas pada rendahnya tingkat kesadaran akan pentingnya memahami kesadaran reproduksi. Kebutuhan untuk mengetahui kesehatan reproduksi menjadi prioritas kesekian, karena mereka lebih fokus untuk bekerja demi kelangsungan hidup.

Lebih lanjut tingkat pendidikan ini akan mempengaruhi keputusan-keputusan mereka dalam merencanakan sebuah keluarga yang berkualitas. Contoh kasat mata yang bisa jadi ukuran dari rendahnya kualitas perencanaan keluarga bagi mereka adalah tingginya AKI di Indonesia yaitu 228 per 100.000 kelahiran (survei SDKI, 2007).

Dari kematian tersebut, kebanyakan disebabkan karena proses melahirkan yang tidak aman atau sehat. Secara ilmiah, sebab utama kematian ibu di indonesia pada umumnya adalah karena pendarahan (terutama pasca persalinan), Preklamsia (tekanan darah tinggi yang terjadi pada saat kehamilan), eklamsia (lanjutan dari preklamsia) infeksi, dan lainnya.

Secara fisik, hal ini terjadi oleh beberapa faktor antara lain pernikahan dini sehingga usia ibu yang terlalu muda untuk melahirkan, jarak kelahiran yang terlalu dekat, terlalu sering melahirkan, juga melahirkan pada usia tua. Usia aman bagi perempuan untuk bereproduksi adalah 20-40 tahun.

Perempuan miskin umumnya tidak mampu mengakses layanan kesehatan karena tidak punya uang. Disamping itu perempuan miskin yang tinggal di desa terpencil juga memiliki masalah akses yakni tentang jarak yang jauh dengan tempat pelayanan kesehatan. Fasilitas JamKesMas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) pada prosesnya sulit diterapkan. Prosedur yang berbelit menjadi hambatan seorang ibu yang ingin mendapatkan layanan kesehatan dengan cepat.

Masalah lain adalah soal kondisi ekonomi yang buruk membuat ibu hamil tidak mendapat makanan dengan gizi yang cukup. Budaya patriarkhi menunjukkan bahwa banyak perempuan miskin saat makan menunggu suami dan anak-anaknya makan duluan. Akhirnya seorang ibu hanya menikmati sisa dengan kuantitas dan kualitas terbatas.

Berikutnya masalah alat kontrasepsi. Para petugas layanan kesehatan yang ditugaskan memberi penyuluhan kepada perempuan masih bersifat separo-separo dan tidak tuntas.
Sebagai contoh saat seorang petugas kesehatan memberi penyuluhan tentang alat kontrasepsi, informasi yang diberikan hanya sebatas contoh dan cara penggunaan. Mereka tidak menjelaskan dampak dari penggunaan alat kontrasepsi tersebut. Mereka juga tidak menjelaskan pilihan-pilihan yang tepat dan sesuai dengan kondisi fisik perempuan tersebut. Padahal setiap perempuan memiliki kondisi tubuh yang berbeda.

Ibu-ibu pengguna alat kontrasepsi ini juga tidak dibekali pemahaman mengenai resiko menggunakan alat kontrasepsi. Meskipun sudah ber-KB, bisa juga mengalami kegagalan. Nah ketika ada Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), Dinas Kesehatan hanya memberi tunjangan melahirkan. Tidak ada konseling untuk memilih apakah meneruskan kehamilan atau tidak. Jika meneruskan langkahnya bagaimana? Jika menghentikan tindakannya harus bagaimana? Informasi ini sangat penting diberikan untuk membantu keluarga miskin membentuk keluarga yang berkualitas.

Masalah lain yang tak kalah pentingnya adalah terbatasnya alat kontrasepsi yang bisa diakses oleh masyarakat miskin secara gratis. Alat kontrasepsi justru banyak disediakan oleh bidan desa ataupun apotik dengan harga yang mahal. Pelayanan kontrasepsi justru menjadi bisnis menggiurkan bagi petugas medis di desa-desa.
Satu contoh penelitian LSM Rahima tentang minimnya sosialisasi yang ekstrim ini terjadi di kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Begitu perempuan datang langsung ditanya mau KB yang Rp10.000,- atau yang Rp15.000,-? Tak ada penjelasan memilih apa dan dampaknya bagaimana. Saat ditanya resiko, dengan gampang perempuan di sana menjawab jika tidak cocok tinggal ganti yang lain. Begitu sederhana dan mudah. Sesederhana pengetahuan yang mereka punya soal kesehatan reproduksi.

Contoh lain adalah sosialisasi pemeriksaan papsmear dan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) untuk mendeteksi adanya kanker serviks. Studi observasi yang telah dilakukan kawan saya, Yemestri Enita, ketika menjadi Community Organizer di Bantul dan Gunung Kidul menunjukkan, memang pemerintah sudah menyediakan fasilitas tes ini namun sangat terbatas dan juga minim sosialisasi. Program ini sudah menjadi program nasional namun ditingkat lokal pelaksanaannya sangat tergantung pada kesadaran dan pengetahuan pejabat-pejabat di Dinas Kesehatan setempat. Wacana program peningkatan kesehatan reproduksi tidak muncul jika tidak ada usul.

Masalah lain yang kerap mengusik pikiran kita adalah banyak tenaga medis yang tidak sensitif gender. Saat orang mau periksa papsmear, pertanyaan yang langsung muncul adalah statusnya "nyonya" atau "nona"? Jika jawabannya adalah "nona" maka pertanyaannya akan berlanjut pada hal-hal yang bersifat pribadi dan memojokkan pasien dengan stigma negatif. Hal ini membuat perempuan-perempuan jadi berfikir panjang untuk memeriksakan diri sekalipun itu atas kesadarannya sendiri.

Dalam sebuah diskusi dengan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), saya mendengar seorang ibu protes pada menteri kesehatan yang kebetulan perempuan.
Ibu menteri berkata “Jika ditemukan gejala medis, maka akan dilakukan pemeriksaan papsmear."

Mengapa harus ada gejala medis dulu baru ada pemeriksaan?

Lalu dilanjutkan dengan pejabat tinggi Askes RI yang juga perempuan yang tidak boleh disebutkan namanya, “Masalah kesehatan kan banyak, tidak hanya persoalan ini.”
Sungguh ironis, apakah kita harus menunggu korban yang banyak hingga pemeriksaan papsmear baru bisa dilakukan? Saya turut kaget kenapa pernyataan ini justru hadir dari perempuan yang justru memiliki peran strategis dalam rangka meningkatkan kesehatan reproduksi perempuan?

Apa yang harus kita kerjakan
Kita sepakat bahwa masalah kesehatan reproduksi tidak hanya melulu urusan medis semata. Meskipun berdasarkan survey yang dilakukan Musdah Mulia, peneliti senior Kementrian Agama yang juga aktivis feminis. Akibat pengetahuan yang terbatas banyak responden menyebutkan masalah kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab petugas medis. Kita harus memahami disana ada tanggung jawab sosial, agama, juga negara sebagai pemeran utama. Sudah seharusnya masing-masing pihak berperan aktif dan bersinergi untuk meningkatkan kesehatan reproduksi.

Negara harus merealisasikan anggaran untuk kesehatan sesuai ketentuan Undang-Undang Kesehatan yang berlaku demi terselenggaranya kesehatan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan gender. Pemerintah harus melakukan harmonisasi peraturan agar semua peraturan yang telah disusun bisa diterapkan dengan mudah serta mampu menjawab persoalan kesehatan yang berkembang di masyarakat dewasa ini.

Negara melalui perangkatnya dari kementrian, departemen, dinas, hingga aparatus desa harus memiliki kesadaran, pengetahuan, dan komitmen yang tinggi untuk mensukseskan upaya pemenuhan hak kesehatan reproduksi bagi perempuan.

Melibatkan lembaga masyarakat sebagai pengawas terselenggaranya program pemenuhan kesehatan reproduksi. Juga sebagai mitra yang bisa diajak bekerja sama memberikan pelatihan, konseling, dialog, dan diskusi, seputar kesehatan reproduksi.
Bagaimana dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat? Dua figur ini justru memainkan peran penting di daerah pedesaan.

Tokoh agama bisa melakukan pendekatan lebih efektif melalui ceramah agama atau sebagai konselor. Tokoh agama yang selama ini dianggap sebagai "panutan" dapat memberikan pemahaman yang selama ini keliru atau tabu. Misalnya anggapan banyak anak banyak rezeki, ikut KB haram, atau tentang bayi laki-laki lebih terhormat daripada bayi perempuan hingga orang belum berhenti bereproduksi sebelum mendapatkan bayi laki-laki. Tentu saja peran konselor ini harus bersifat terbuka, tidak otoriter, tidak memaksa, merasa paling benar, dan sebagainya.

Peran tokoh masyarakat menjadi penting mengingat budaya masyarakat kita yang masih mengandalkan patron klien. Mereka masih mementingkan sosok. Hampir sama dengan tokoh agama namun cakupannya lebih luas. Seorang tokoh masyarakat bisa menjadi penyuluh, penggerak, motivator, fasilitator, katalisator (penghubung sumber informasi), dan teladan (panutan).

Sinergisitas berbagai peran ini bisa menjadikan pemenuhan kesehatan reproduksi berjalan efektif dan efisien.


*menjelang hari kartini.Tak perlu selebrasi, cukuplah kita merumuskan perjuangan untuk isu ini.

Penyakit

Saya sering batuk kecil-kecil ini sudah lama. Tapi saat mengobrol dengan seorang teman kemarin saya jadi ingat waktu kecil saya pernah batuk berdarah. Saya kedokter di antar ibu lalu sembuh.

Tiba-tiba saya takut kena TBC, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam. Darah yang keluar bersama dahak disebabkan ada saraf pembuluh darah di leher pecah.

Saya pun membayangkan kanker serviks. Ibu meninggal di usia muda karena penyakit ini, disamping ada komplikasi dengan jantung dan liver. Penyakitnya berat. Nenek saya juga, meninggal karena mengalami pendarahan hebat di rahimnya, bertahun-tahun. Antara sembuh dan kumat lagi.

Ibu sakit jantung, dengan gejala sering berdebar-debar. Ibu sering khawatir terhadap sesuatu secara berlebihan. Saat ayah pulang malam, ibu selalu menangis. Bukan karena apa-apa, hanya perasaan khawatir. Saat ada saudara ayah atau ibu yang pergi ke tempat jauh, entah itu untuk belajar maupun bekerja. Dia selalu berpesan, jika nanti berangkat tak usah pamit saja. Ini hal yang aneh, tau kenapa? Karena dia sedih dengan perpisahan. Dia bisa sedih dan tak bekerja seharian hanya karena melihat saudara yang pergi jauh berpamitan dengannya. Saya mewarisi sifat ini.

Liver ibu rusak karena sering minum obat kimia, minum obat pereda sakit kepala hampir tiap hari. Saya sering melarangnya namun tak mempan. Saat meninggal badannya menguning pucat.

Dua perempuan ini, Ibu dan Nenek sebelum meninggal memiliki permintaan yang sama. Mereka minta minum air putih banyak sekali. Saya tak menyaksikan keduanya. Saya tak ada disampingnya.

Saat nenek meninggal, ibu baru sebulan melahirkan adik saya. Dia menangis hebat, dengan darah nifas deras keluar. Saya masih kecil. Saya masih SD kelas tiga, saya sedih. Kesedihan anak kecil yang mudah lupa. Air mata saya deras mengalir tanpa suara disamping jenazahnya. Namun habis itu lupa, kesedihan anak kecil. Waktu itu saya hanya sedih melihat ibu menangis hebat, saya butuh dia, namun saya tak mengerti cara menghiburnya.

Sejak kecil saya jauh dengan nenek, dia suka makan sirih dan bibirnya merah. Dia suka memluk dan mencium saya. Namun saya tidak mau dekat-dekat, karena saya takut terkena ludah di bibirnya yang merah.

Setelah nenek tak ada dan saya punya adik, saya jadi mandiri. Ibu dan Ayah sibuk sekali. Mengurusi Toko yang waktu itu sedang berkembang. Aku dan adikku kurang perhatian dan kasih sayang. Kami tumbuh dengan kaku dan sering bertengkar. Kami dibesarkan dengan benda-benda dan uang. Kami tidak pernah tidur dengan dongeng. Komunikasi kami terbatas. Namun aku tahu ibu dekat denganku dengan caranya yang protektif. Dengan caranya mengkhawatirkan saya dan memikirkan setiap kebutuhan saya tanpa saya minta.

Itulah mengapa, kematiannya pernah melumpuhkan saya. Saya tidak lengkap lagi. Saya memang tidak menangis waktu itu, saya ikhlas. Karena merasa dia telah bebas dari rasa sakit. Orang-orang heran, karena saya tidak menangis, padahal ayah pingsan. Namun sebulan setelah itu saya merasakan kehilangan yang sangat. Ada lubang di hati yang dalam sekali. Saya menangis keras. Hingga bertahun-tahun tak menangis hebat lagi. Sejak saat itu saya berjanji tak ingin kehilangan lagi. Tak ingin ditinggalkan lagi oleh orang-orang terdekat. Biarlah saya yang meninggalkannya. Biarlah saya yang mati duluan.

Saya berusaha menjaga hubungan sebaik-baiknya. Saya tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Atau berkata-kata manis. Saya hanya bisa melakukannya dengan tindakan. Karena tak pandai berkata-kata yang menyenangkan. Saya kaku.

Saya sering membayangkan kematian saya. Apakah saya akan mewarisi satu dari penyakit ini? Saya bertanya-tanya.

Saat nanti saya mati, saya tidak berharap ada kesedihan, saya berharap kematian saya direlakan. Saya berharap kepergian saya tak dibahas dan dilupakan begitu saja, seperti aku tak pernah ada.

Orang yang paling beruntung
adalah mereka yang tak pernah dilahirkan
atau mereka yang dilahirkan dan mati muda (puisi SHG)

Tiba-tiba saya ingin membenarkan puisi ini. Saya takut berumur panjang.

Mengalami

Apa itu sedih? Sedih adalah mengalami. Apa itu kehilangan? Kehilangan adalah mengalami. Apa itu rindu? Rindu adalah mengalami. Apa itu bahagia? Bahagia adalah mengalami. Apa itu empati? Empati adalah merasakan. Bagaimana kamu akan merasakan jika kamu tak pernah mengalami.

Dua tahun lalu, saya membuka baju-baju ibu dalam kardus penyimpanan. Saya mencucinya, saya merawatnya dengan memberi wangi-wangian. Mencuci baju ibu seperti memandikan ibu kembali. Namun ada beberapa baju yang saya tinggal sebagian. Saya ingin menyimpan bau keringatnya, saat rindu aku akan menciumnya. Biarlah saya yang tahu. Sekarang saya jauh dari rumah, hanya menyimpan selembar foto mungil peninggalannya dalam sebuah KTP usang. Suatu hari ayah ingin foto itu dibuat lukisan, saya takut membuatnya sedih, saya bilang belum bertemu dengan pelukis. Beberapa kali dia bertanya hingga lupa.

Hari ini aku mengambil kartu ATM dan Foto itu terjatuh, seperti hatiku hari ini. Wajah itu masih sama, ekspresi yang sama.

Sunday morning!

Hari minggu yang berjalan sendu, dari pagi sudah hujan melulu lalu diakhiri gerimis yang pajang. Langit mendung membuat saya malas keluar. Menjadi manusia kamar seharian pasti membosankan. Hanya membaca buku di temani teh manis, roti, dan coklat. Tadi ada dering sms masuk, seorang teman mengundangku untuk masak bersama di rumahnya yang baru. Sungguh menarik, namun rumahnya jauh sekali butuh tiga puluh menit untuk mencapainya. Jauhkah? Jauh dan dekat tergantung perasaan kita bukan? Kami sudah membuat janji beberapa kali, namun tak kunjung ketemu.

Ceritanya temanku ini punya bayi baru, ah pasti lucu, saya suka bayi. saya merasa belakangan hidupnya penuh warna, dengan kesibukan barunya ini membuat hidupnya seimbang baik publik maupun domestik. Saya pun ingin seperti itu, merasa bahagia berjalan dan bergerak di dua wilayah. Dia belum pernah melahirkan namun, dia membantu merawat bayi sahabatnya yang singgle parent. Lelaki yang seharusnya menjadi ayah si bayi lari entah kemana.

Belakangan saya menemukan banyak cerita dan peristiwa buruk dari orang-orang di sekitar saya, dekat sekali. Saya naif, selama ini saya selalu mengaggap hanya terjadi di luar sana, jauh sekali. Hanya cerita di televisi, gosip, atau hanya kisah seseorang yang kebetulan mampir dalam otak saya yang selalu saya usir – jangan saya, karena saya tidak mau-. Selama ini saya resisten dengan hal-hal buruk. Selalu membayangkan hidup lurus dan teratur, belajar dan berusaha berjalan lurus untuk bahagia. Saya selalu berfikir sesuatu yang kita upayakan dengan baik akan berakhir baik, dan tentu istilah baik ini masih dalam sudut pandang saya.

Dalam perbincangan sambil lalu ini, teman saya bilang bayi ini nanti rencananya akan tinggal bersamanya dan dia yang akan menggantikannya menjadi single parent. “Oh betapa mulianya hatimu.” Respon saya seketika itu. “Ya sekali dalam hidup orang harus memilih peran, dan saya memutuskan itu.” Jawabnya.

Buka matamu! Tajamkan pendengaranmu! Ini hidup!

Suatu hari dia bertanya kepada saya, ingin cari rumah baru. Dia bilang buat si bayi. “Ha?” saya bingung tidak tau maksudnya? Dia meneruskan. “Temanku mau meneruskan kehamilannya. Saya akan tinggal untuk menemaninya.” Saya baru paham. Kami pernah belajar tentang seksualitas, tentang family planning, relationship, juga tentang aborsi. Waktu itu memang hanya sebatas teori, namun sekarang orang-orang di dekat kita mengalami dan kita terpanggil untuk terlibat memberi pemahaman atas pilihan-pilihan itu. Satu sisi merasa bangga terhadap orang yang mau bertanggung jawab dan memilih meneruskan kehamilan. Namun disisi lain tidak ingin mengutuk seseorang yang memilih menghentikan kehamilan dengan aborsi. That’s about choice! Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan seperti usia kehamilan, kondisi kesehatan, juga mental. Banyak kasus yang muncul adalah bukan saat aborsi namun trauma pasca aborsi. Rasa sakit dan perasaan bersalah yang terus menghantui, mimpi buruk, dan sebagainya. kenapa harus perempuan yang menanggungnya? Apakah laki-laki merasa bersalah dalam peristiwa ini?

Who is a man? Who is he? He is someone who make us cry in pain, isn’t he? He is someone who make us happy, Isn’t he. Who is good guy? Who is bad guy? Is he someone like people tell us? Is he someone like your thinking about?

Di kantor banyak kejadian serupa hampir mengisi minggu-minggu kami. Saat ada klien perempuan datang dengan berurai air mata. Tebakan kami selalu benar. Perempuan sebagai korban dari laki-laki yang tak bertanggung jawab. Saya jadi sedikit pusing.

Saya tidak boleh memandang hitam dan putih. Setiap orang memiliki peluang yang sama. Tak ada orang yang benar-benar jahat. Tak ada orang yang benar-benar baik. Karena dunia ini diisi oleh dua hal itu. Baik dan buruk, hitam dan putih, kuat dan lemah, dan sebagainya. Kita tinggal memilih dan menjalani. Kita pernah jatuh, namun kita juga bisa bangkit. Hari ini kita menangis namun siapa tau besok kita tertawa. Hari ini kita bersedekah, siapa tau besok tergoda untuk korupsi. Kita hanya bisa mengendalikan diri kita sendiri, bukan orang lain. Kita adalah pribadi yang otonom.

Ada orang memilih jalan pahit atau jalan “hitam” untuk mempertahankan hidup. Ada orang yang memilih dunia “hitam” untuk menikmati hidup.

Hari ini Samuel Mulia penulis parodi idola saya bilang “It always has to be dark for the stars appear.”

Saya selalu berfikir baik. Teman saya bilang “kamu ini seperti kertas putih. Selalu terkejut dengan peritiwa buruk, diluar sana banyak orang jahat, banyak orang menipu, sadar dong!”

“Tenang kawan, saya mengalaminya, saya telah merasakannya. Saya dibohongi, lucu kan? Tertawa sajalah.”

Saya percaya tak ada yang sempurna, saya pun banyak kurangnya. Mungkin suatu hari saya bersikap buruk kepada seseorang padahal menurut saya baik. Mungkin suatu hari saya bersikap baik kepada seseorang, padahal itu buruk baginya. Oh God, semoga saya selalu mencintai dua hal itu, yang hitam dan yang putih itu dan pertemukanlah aku dengan jiwa-jiwa yang baik hati, yang mendengarkanku kala senang dan sedih, yang menemaniku di waktu baik dan buruk.

Hari ini saya berdoa buat mereka yang selalu menemani saya selama ini. Mereka yang baik kepada saya. Buat mereka yang telah menguji kesabaran saya. Buat mereka yang telah jahat sama saya. Saya tak punya apa-apa, saya tak kehilangan apa-apa. Saya berharap dapat bahagia dengan cara yang baik, tanpa menyakiti dan melukai orang lain.

Saya marah

Hari ini saya marah, kenapa saya marah? Biasanya saya sabar, namun belakangan kesabaran saya menipis. Saya harus belajar ikhlas, ikhlas yang berproses dan perlu waktu. Saat bibir bilang ikhlas, belum tentu hatimu juga senada. Saya belajar semuanya, semua-muanya. Belajar rasanya dikhianati dan dibohongi. Saya merasakan perasaan-perasaan yang berlawanan hampir tiap saat, rasanya capek.

Apakah saya naif? Jika berfikir saat kita bersikap baik pada seseorang, maka orang itu pun akan baik dengan kita? Saat kita percaya kepada seseorang, maka dia akan selalu jujur kepada kita? Apakah berpikir linier itu naif?

Hari ini saya banyak makan coklat...Tapi tak gemuk-gemuk juga! Huh!

Belajar jadi stylist!

Asik ya ternyata belajar jadi stylist hi...hi...ini dia hasilnya!
seneng deh...seneng deh...ini dia hasil karyaku...!!!
Padu padan ini disesuaikan dengan seleraku.

siapa mau coba?? will you??




Yoga Ketawa

Sabtu kemarin adalah weekend yang paling bahagia buatku. Aku ikut yoga ketawa, Aku tertawa hampir dua jam. Amazing banget deh. Aku datang terlambat karena mampir sarapan di warung Bubur Syarifah jalan Kaliurang, bubur favoritku untuk sarapan. Yoga ini dilakukan di Via-Via Café, jalan Prawirotaman.

Dua kali aku bertanya tukang becak untuk memastikan arah. Sampai di depan Café ketemu Ika Ayu. Dia teriak “Mbak tutik, sini loh parkirnya.” Rupanya dari tadi dia di belakangku. Dia manggil-manggil dan menahan tawa, karena aku bertanya tukang becak sampai dua kali.

Prawirotaman adalah kawasan ekspatriat di Jogja, banyak Guest House dan Hotel melati dengan pilihan beragam. Aku baru dua kali masuk daerah ini. Pertama bertemu teman dari Malaysia untuk urusan pekerjaan. Kedua adalah kemarin itu, ikut Yoga yang masih satu rangkaian acara International Women Days. Jadi mikir, aku dah hamper 10 tahun di Jogja, tapi baru masuk tempat ini dua kali, pliss deh. Nampaknya habis ini aku akan sering-sering ke daerah ini. Tadi ada email undangan untuk datang ke pembukaan Pameran Seni Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFoS, bertempat di Via-Via cafe juga.

Kembali ke Yoga ya, Yoga Ketawa ini di pimpin oleh instruktur dari Riau Namanya ibu Emmy Lianna Dewi. Dia adalah satu-satunya instruktur Yoga Ketawa dari Indonesia yang memegang certified Laughter Yoga School dari India. Dalam web nya Emmi menulis, Yoga Ketawa adalah sebuah konsep unik di mana setiap orang bisa tertawa tanpa alasan, tidak bergantung pada adanya peristiwa hal lucu yang terjadi di sekitar. Hanya tertawa dan kamu akan bahagia.



Yoga Ketawa adalah sebuah Yoga yang menggabungkan latihan pernapasan Yoga yang memungkinkan orang lebih banyak memasukkan oksigen yang masuk ke dalam tubuh dan membuat orang lebih enerjik, sehat, dan membersihkan tubuh dari racun berbahaya. Saat tertawa kita membuang karbondioksida dan otomatis oksigen masuk ke dalam tubuh kita.

Yoga ini dikembangkan oleh Dr Madan Kataria, seorang dokter dari Mumbai India yang memulai klub tawa pertama di taman pada 13 Maret 1995. Anggotanya cuma 5 orang. Saat ini ada 6.000 klub Yoga Ketawa di seluruh dunia.

Yoga Ketawa dilakukan di dalam kelompok atau klub karena peserta memerlukan teman untuk tertawa bersama sambil berinteraksi dan saling menatap mata. Dimulai dengan tepuk tangan, pernapasan, gerakan-gerakan khusus yang disertai ketawaria, serta relaksasi.

Dalam Yoga Ketawa, orang percaya bahwa ketawa itu 'menular’, jadi bila kita bertatap mata dan berinteraksi dengan orang yang sedang tertawa, maka kita akan ‘ketularan’ untuk tertawa juga. Jadi dalam kelompok, peserta saling menularkan gelak tawa.

Aku datang jam 9.30 pagi. Dari luar ruangan tampak terdengar suara orang tertawa terbahak-bahak. Aduh seperti suara orang gila, batinku. Emang orang tertawa sendiri dengan keras mesti gila ya. Ngga juga kan, mereka tidak gila, mereka sedang melakukan Yoga. Yoga Ketawa.

Aku masuk ruangan, setelah meletakkan tas dan jacket. Aku bergabung, baru beberapa detik ternyata aku kelularan gila, maksudnya ikut ketawa ngakak. Padahal aku jarang tertawa keras.

Tiap selesai latihan tertawa, selalu diikuti yel- yel sambil tepuk tangan, very good…very good…yeah…gembira sekali!

Yoga ketawa meliputi tahapan-tahapan seperti ini, pengenalan gerakan dan ritme, pemanasan, teknik pernafasan, latihan tertawa dengan mengatur pernapasan, dan relaksasi. Emmy sangat energic, dia memberi instruksi dengan jelas dan semangat. Latihan-latihannya simple dan mengundang tawa.

“Tertawa adalah hal yang paling mudah dan murah untuk membuat seseorang merasa bahagia.” Kata Emmy.

Dia juga percaya, semakin banyak orang tertawa, maka dia akan merasa bahagia. Jika dalam satu kawasan ada kelompok Yoga ketawa, dia yakin dapat mengurangi kekerasan dan menciptakan perdamaian. Bagaimana orang mau marah, jika sebelumnya tertawa.

Emmy membuka diri untuk memberi pelatihan menjadi Leader Yoga Ketawa. Dia berpesan hanya untuk tujuan sosial. Jika kita sudah ahli, maka uang itu akan mendekati kita. Namun pertama-tama adalah untuk tujuan sosial. Good point, Mom! Aku bangga padamu.

Pulangnya, aku tertawa sepanjang jalan. Sampai menunda rencana pinjam film lucu. Hahahaha....huhuhuhu...!

Terperangkap hujan

Di luar hujan deras. Itu berarti harus menunda pulang, lembur lagi. Tidak apa-apa, aku mencintai pekerjaanku, yang kadang bikin pusing. Pertama bergulat dengan angka, yang kedua bermain dengan kata-kata. Ngga nyambung!

Hujannya tidak terlalu deras namun mantelku semi kain, jadi mudah tembus. Sebenarnya bagus sih, mirip jubah Harry Potter namun berwarna merah. Itu mantel paling keren yang pernah kulihat, Fashionable gitu. Itu punya sodara yang dia tinggal di Jok motor yang sedang kupakai. Hmm aku mati gaya setelah makan semangkuk bakso. Mau kerja lagi, tapi malah terhipnotis lagunya Utada Hikaru “First Love”. Aku ngga tahu maksudnya, pakai bahasa jepang, tapi aku suka musiknya.

Ruanganku sekarang paling belakang, paling pojok, dan paling sepi. Cocok untuk menulis, cocok untuk orang yang tidak suka keramaian seperti aku. Dulu aku benci ruangan ini, namun belakangan aku mulai menyukainya. Waktu awal kuliah, aku pernah jadi manusia kamar, jarang keluar, banyak baca buku. Satu hari satu buku. Minus tambah, padahal aku malas pakai kacamata. Kacamata itu mengganggu, seperti ada beban di hidungmu, jika lama memakai jadi pusing. Lalu aku mulai mengurangi membaca...lalu berubah malas membaca. Benar-benar malas! Lebih suka mendengarkan orang bicara, meskipun kadang ngga tau benar atau salah dengan apa yang mereka bicarakan.

Belakangan aku sering berbincang dengan penjaga kantor. Kami jadi semakin dekat, aku menjadi pendengar setianya, aku tahu dia adalah perempuan tua yang kesepian tanpa -anak. Saat aku datang terlalu pagi, dia selalu berbagi makanan denganku. O ya dia suka membuat roti bakar untuk sarapan, seperti hari ini. Hari ini aku tidak puasa.

Aku banyak menemukan cerita-cerita menarik darinya dimasa muda. Dia adalah salah seorang anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Sisa-sisa sifatnya yang kuat dan berani masih tertinggal saat bercerita. Usianya sekarang 71 tahun. Dia masih energik dan suka berolahraga. Beberapa kali menawariku ikut jalan pagi di Malioboro, biasanya tiap hari sabtu dan minggu. Namun belum pernah sekalipun aku menuruti ajakannya. Selalu bilang nanti.

Aku juga bahagia berteman kata-kata, mengajak bicara dalam buku-buku dan dunia maya. Aku bicara kepadanya, bicara banyak hal dan apa saja. Tidak pernah protes atau menertawakan. Padahal aku ingin dia menghinaku, ayo hina aku! Lalu aku akan menghargaimu. Ayo marah padaku, lalu aku akan lebih sabar padamu. Kemanakah perginya amarah? Bisakah kepergiaanya meninggalkan gelisah seperti bau tanah basah yang lembut menguar samar, setelah ditinggalkan hujan. Lalu semua menguap oleh mentari, lalu semua kering, lalu semua tiba pada hari yang biasa. Sendirian.

Akhir-akhir ini aku menerima banyak hadiah yang ngga aku duga. Hmm mulai dari buku-buku, coklat, baju, hingga HP. Hmm aku suka kemarin dapat HP model Flip, sudah lama pengen model itu. Akhirnya punya juga. Aku malas pake BB lagi, meskipun memudahkan aktivitasku yang lain. BB jadi mengganggu karena bunyi melulu.

Pekerjaan, teruslah datang…aku menyukaimu. Apapun bentukmu, buatlah aku sibuk agar aku semakin produktif. Agar aku bisa menggunakan waktu dengan lebih bernilai. Hmmm...
aku teringat puisi-puisi sapardi dalam kaset bersampul coklat, entah dimana sekarang?

Shakti!

This is a long time, I didn’t see this place. The Farmer get harvest already. This is a long time i didn't seat here...in backyard, peaceful place, in her home...
Just fortunately...I have workshop today....meet inspiration people, wonderful women around city. We share a lot of experienced, have big spirit and emotion, support each other to become real woman. Make strong through good and bad times. They call Shakti Workshop. It’s become a part of International Women Days ceremony.

I see two young man ride bike on the way between rice field. So exciting...

Can you separate about loving someone as a feeling and you as activist? loving is universe, give your love to everything you meet. And the same time we need to be loved. Can you heal your love just because you are activist? Just because this is unrespect love? We talk everything.

That’s 3 month ago i was sitting here, after long journey. I don’t find her again. She come home. She not been here anymore. I talk everything, like she been here...so close...

Hi...I miss you...I’m here now. Whitout your smoke. We talk about feeling, your feeling in the past. We have same case...we are happy ending.

Look! there is a girl from Amerika, her name is Nico. She join us. She wear yellow T-shirt, look charming, sweet and close to people. You will be interesting when join with us.


We introduce our self, in the first time with speciall gesture made by own. Very funny full of laugh. And than we share about phisical, emotional, fear, and freedom condition that we feel this day. We listen each other, just listen.

She said, “we live in patriarch world that sometimes repress our femininity, we never know it’s happened”. So...we just try to make it balance. in her note she said "Your heart is your guru, your body is your home, your life is your class." Hmm...I love this.

We doing meditation with slow music. Touching our body, her body, just to give peacefull. We share with our patner, sending positive energy. allot of hugs, smiles and cares.

You know, she always inspiring me. Give something new all the time.

Hi...dear, do you know? I love skinny jeans, flat shoes, and sneakers sometimes. I think thats my style now. Feel free...ones again no high heel...its painful...ha ha...but sometimes make me so sexy...ha ha...(kidding that just my feeling).

Do you remember? We ever go to Amplas before you go home. You bought pink sneakers shoes. Hmmm I didn't really like that shoes. The colour is too bright. But you like it...so I suggested you to buy and you feel happy.


Hmmm...I’m so sleepy now...Good night!

Would you be happier

Have you ever wonder where the story ends, and how it all began, I do (I do, I do, I do, I do)
Did you ever dream you were the movie star with popcorn in your hand, I did (I did, I did, I did)
Do you ever think you're someone else inside, when no one understands you are (you are)
And wanna disappear inside a dream but never wanna wake, wake uuuuuup
Then you stumble on tomorrow, and trip over today

(Chorus)
Would you be happier if you were someone together
Would the sun shine brighter if you played a bigger part
Would you be wonderful if it wasn't for the weather
You're gonna be just fine (gonna be just fine)

Are you not afraid to tell your story now, when everyone is done it's too late (too late, too late)
Was everything you've ever said or done not the way you planned, mistaaaake
So you promised that tomorrow, be different than today

(Chorus)
Would you be happier if you were someone together
Would the sun shine brighter if you played a bigger part
Would you be wonderful if it wasn't for the weather
You're gonna be just fine
I think you're gonna be just fine
You're gonna be just fine
So don't worry baby

You're racing for tomorrow, not finished with today

Would you be happier if you were someone together
Would the sun shine brighter if you played a bigger part
Would you be wonderful if it wasn't for the weather
I think you're gonna be just fine

Would we be happier if we were someone together
Would the sun shine brighter if we played a bigger part
Would we be wonderful if it wasn't for the weather
I think we're gonna be just fine
I think you're gonna be just fine

Don't worry baby
Gonna be just fine
Don't worry honey
Gonna be just fine
Don't worry baby
Gonna be just fiiiiine


Dedicated to: my little sweet friend! let's sing honey...

Think...

Banyak bayangan tentang pekerjaan, tawaran yang mengalir. Namun aku menolak. Karena aku hanya mau focus dengan apa yang membuat aku bahagia. Aku ingin tetap di garis social, memang tidak mengayakan. Jika mau duit banyak saya bisa berbisnis, maksudnya jualan. Aku mendapat semangat dari ibu, yang tak bisa diam. Aku yakin bisa. Aku yakin, itu yang ada dalam bayanganku selama ini. Mungkin terlihat lambat, tapi biar saja.

Maaf ayah, aku selalu tidak sependapat denganmu. Aku ingin mengikuti kemauanmu, namun itu membuat aku gelisah dan tak bisa jadi diri sendiri selama ini. Dan membuat orang yang dekat menjadi tak mengenali aku. Namun aku janji akan membahagiakanmu. Aku tidak menyalahkanmu, aku tahu kamu tetap istimewa. Kamu ayah terbaik di dunia. Aku selalu sayang padamu dengan caraku. Maafkan aku yang selalu membuatmu kecewa.

Biarlah orang bicara apa. Aku akan bergerak, terus bergerak dan bergerak.

Tenang…aku masih punya coklat untuk malam ini.
Mari tersenyum...
Bismillah…

Thanks to Ajahn Brahm


Hari ini aku banyak tertawa...menertawakan hal-hal lucu yang telah kulakukan selama ini. Terima kasih buat Ajahn Brahm untuk bukunya yang inspiratif “Si Cacing dengan Kotoran Kesayangannya”. Aku baca buku itu lagi, padahal buku itu sudah nangkring di rak bukuku selama setahun. Dulu aku telah membacanya sampai selesai dengan penghayatan yang terbatas. Sekarang aku membacanya dengan penghayatan penuh.

Dia bilang, ada dua kebebasan di dunia ini yaitu kebebasan untuk berkeinginan (freedom of desire) dan (fredom from desire). Manakah yang kamu pilih? Di kebudayaan modern kita hanya menemukan kebebasan untuk berkeinginan. Namun di kehidupan seperti itu orang-orang justru tidak benar-benar bebas. Kebebasan jenis kedua, kebebasan dari berkeinginan, hanya di kenal dalam komunitas religius. Mereka menjunjung kedamaian dan bebas dari berkeinginan.

Dimanakah kamu merasa nyaman? Disanalah kedamaian menyertaimu. Bebaskan keinginan dan terimalah yang kamu punya. Bismillah...semua akan berlalu. Saat kita bahagia, bahagia itu akan berlalu. Saat kita sedih, sedih itu pun akan berlalu. Semua hal di dunia ini akan berlalu.

Harus ada orang yang berada dibawah, berkorban dengan gagah berani untuk membuat orang lain bahagia. Kita ingin berada dimana? Berkorban atau bahagia? Berkorban untuk bahagia?

Semua tergantung bagaimana kita menyambutnya, rasa sakit kemarilah apapun bentukmu pintu hatiku selalu terbuka untukmu, apapun yang kamu lakukan masuklah.

Dia yang tahu, diam tak berbicara;
Dia yang berbicara; tidak tahu


Hmmm....thanks,
Bebaskan dirimu dari bayang-bayang keinginan. Bahagiakan dirimu dengan menerima yang kamu punya. Sambutlah kebaikan yang datang sebagai anugrah. Sambutlah keburukan yang datang sebagai anugrah. Jika kita menerima tanpa membedakannya, maka kita akan selalu bahagia.

"wajah dan senyum ceria itu, seperti bunda maria"

Terimakasih, Mari minum teh...Mari tertawa lagi...
(sambil terpingkal-pingkal menyaksikan temanku menari brigden)

Bayangan Mama dan Anak Kecil itu!

Jadi cukuplah begini. Apakah aku lemah? Apakah kamu yang lemah? Aku terus bertanya-tanya. Berhentilah bertanya. Karena pertanyaanmu itu membuat pusing. Semua yang terjadi ingin memberitahumu, menggugah pikiranmu tentang orang-orang itu.

Ya...aku hanya mendengarkan, ijinkanlah aku menjadi diriku sendiri. Aku yang lemah, aku yang kuat suatu ketika, aku yang tidak suka naik kendaraan umum, aku yang mual dengan bau bus,aku yang mudah memaafkan,aku yang tidak suka warna hitam, aku yang tidak suka menyimpan dendam, semuanya tentang aku. Hari ini aku hanya ingin pulang ke rumah yang hangat, yang mengerti aku tanpa aku memintanya. Enak sekali membayangkan itu. Ada ibuku ada ibumu yang aku cintai, aku sayangi, yang aku cium pipinya.

Ma...aku pulang ya. Aku akan merindukanmu, semua orang sangat hangat dan bersahaja. Aku merindukan keluarga seperti ini, aku ingin tinggal bersamamu lebih lama, tak apa-apa jika rumah ini hampir ambruk, karena aku hanya butuh rumah hatimu. Kamu melakukan semuanya, seperti aku ini orang penting saja. Harusnya ngga usah begitu kan?

Ma...hari ini aku merindukanmu, kenapa ciuman dipipimu terasa hangat sampai sekarang. Suaramu yang lantang, kamu memakai baju bagus hari itu. Dia bilang, kamu memakainya karena mau bertemu denganku. Kamu membeli kasur baru, korden baru. Karena aku akan datang ke rumah hatimu. Aku terharu dan menangis sepanjang jalan pulang dalam bus itu, karena bersyukur. Rasanya ingin menghentikan bus dan kembali lagi.

Ma...aku dan dia telah berbeda, namun menyayangimu. Aku ingin bilang jika masak jangan kebanyakan vitsin. Aku ngga mau kamu sakit. Dia sedih jika kamu sakit. Karena aku tau dia sangat menyayangimu. Aku tahu dia memaksa dirinya untuk jahat dan kasar akhir-akhir ini. Biarlah dia begitu, aku tahu sesungguhnya jauh dihatinya dia orang yang lembut. Dan aku tak bisa memaksa diriku untuk kasar, aku tak bisa.

Saat itu, aku merasa ibuku telah kembali dalam dirimu. Hatiku penuh sekali sampai, hampir meledak. Sungguh tidak apa-apa, jika aku akan selalu mengenangmu seperti saat ini. Mengenangmu membuat hatiku hangat kembali, seperti luka ini sembuh. Seperti segala hal yang menyakitkan itu lenyap. Hmm...mungkin kamu lupa denganku. Tapi aku tidak akan lupa. Oya aku juga suka makan masakanmu...

Meskipun Cuma 2 hari aku memilikimu, aku merasa dekat sekali...aku merindukanmu Ma, sejelas aku merindukannya. Seandainya aku bisa bicara denganmu, seandainya aku mengerti bahasamu...aku ingin bilang, aku menyayangimu sebanyak waktu yang kupunya,...sebanyak hati yang kamu butuhkan.

Jangan benci padaku ya Ma...karena aku selalu menyayangimu dalam ingatanku.

Aku teringat gadis itu bicara lantang ingin menunjukkan fakta padaku. Aku kaget namun sekaligus tegar sementara. Hmm...gadis kecilku yang manis, makasih ya...kamu telah mendengar banyak hal. Kamu yang bosan namun tetap setia. Kamu yang bosan namun sayang padaku.

Ada bunyi jangkrik memecah kesunyian, suaranya yang nyaring telah ikhlas menemaniku. Beruntunglah yang masih mendengar suara jangkrik. Pasti itu jadi suara langka jika kita tinggal dikawasan padat penduduk.

Tiba-tiba, aku ingin makan kue. Akhir-akhir ini aku banyak makan kue. Apa ya, aku makan apa saja asal aku suka. Asal perutku terisi. Baiklah aku harus pergi ke toko kue kan? Beli yang banyak untuk jam tayang 24 jam.

Hai...ikan, hai jangkrik...hai kucing, apa kamu mau sesuatu? Tetaplah bersamaku. Aku juga akan beli sesuatu untukmu.

Kita harus berbagi makan pada apa saja kan? Berbagi sayang dan cinta. Cinta yang universal. Menyayangi mereka yang mengkhianati kita, menyayangi mereka yang menyakiti kita. Kemarilah, saat kamu lelah dalam pencarian, saat kamu ragu dan bertanya-tanya.

Dunia ini seperti panggung sandiwara. Ada yang baik dan ada yang buruk. Tau tidak? Baik dan buruk itu pikiran kita yang menentukan.

Ada anak durhaka dengan orang tua, namun merasa baik-baik saja. Ada bibi yang jatuh cinta dengan anak asuhnya. Ada perempuan yang tega menyakiti perempuan lain. Ada ibu yang meratapi kepergian anaknya. Ada ustazd tergila-gila dengan paha mulus. Ada gadis yang merindukan ibunya sepanjang malam. Ada lelaki kesepian yang terjebak pada pergaulan. Ada koruptor.Ada pemuda kecanduan rela mencuri sepeda. Dan ada istri yang rela menjadi TKI, namun saat pulang mendapati suaminya kawin lagi. Macam-macam ya...


Kemarin aku melihat ada anak kecil, yang kedinginan menahan lapar dan kantuk pukul 11 malam di perempatan. Dia duduk mencangkung lutut di bawah rambu lalu lintas. Aku mau turun, namun lampu berubah hijau. Aku memikirkannya sepanjang malam. Rasanya ingin kembali. Aku membayangkan suatu saat, jika aku memutuskan untuk sendiri selamanya. Aku akan tinggal dengan satu anak pungut, lalu merawatnya dan mendidiknya. Menyayanginya dengan bahagia.

Bayang-bayang anak itu...membuka mataku...membesarkan hatiku...

A Moment To Remember


Film yang dirilis tahun 2004 ini dibuka dengan adegan Kim Soo Jin (Son Ye Jin) yang menunggu kekasihnya melarikan diri. Kekasih yang sudah punya istri. Setelah menunggu beberapa lama, ternyata kekasih itu tak datang juga. Kim Soo Jin kecewa dan marah, dalam tangis yang tertahan dia menuju telepon umum. Dengan perasaan ragu, akhirnya dia membatalkan niatnya menelpon kekasihnya.

Kim Soo Jin pergi ke sebuah toko, membeli minuman soda. Lalu berjalan, dia menyadari minumannya ketiggalan. Dia kembali dan disanalah dia bertemu Choi Chul Soo (Jeong Woo Seong). Ini adalah moment yang paling bagus dari film A momet to remember. Kim Soo Jin yang pelupa, mengira minuman yang dibawa Choi Chul Soo adalah miliknya. Dengan tanpa pikir panjang dia mengambil minuman soda itu dari Choi Chul Soo dan dia menenggak hingga habis dengan diakhiri cendawa yang cukup keras. Adegan yang lucu dan berkesan alami. Setelah minum, Kim Soo Jin ngeloyor pergi naik bus, ternyata saat mencari dompet, dia baru tahu dompetnya telah ketinggalan di Toko. Dia kembali lagi ke toko, dan menemukan dompet dan minuman soda masih ada di tempat kasir. Dengan perasaan bersalah dia baru menyadari telah meminum minuman milik orang asing.

Kim Soo Jin, pulang ke rumah. Ibunya tetap menyambutnya dengan sayang, meski mendapat olok-olok dari sang adik, karena berniat kabur dengan suami orang. Sebuah keluarga yang harmonis, mereka makan bersama dalam suasana tenang tanpa amarah. Kim Soo Jin bekerja di perusahaan pembuat baju pria. Disana dia bertemu teman kampus istri kekasihnya. Dia mendapat sindiran dan gunjingan sebagai perusak rumah tangga orang. Dia stress dan berniat memotong rambutnya. Kapster berujar “potong rambut tak menyelesaikan masalah, Waktu yang akan menyembuhkan.”

Musim berganti, waktu berlalu.

Kim Soo Jin turut serta meninjau lokasi proyek ayahnya, yang seorang kontraktor.
“Gadis kecilku telah kembali”
“Aku telah merusak nama baik keluarga, ayah terpaksa membelaku”
“Melupakan dengan mudah adalah berkah, tinggalkan kesalahanmu, mulai awal yang baru.” Ujar sang ayah bijaksana.

Di lokasi proyek ayahnya, Kim Soo Jin bertemu lagi dengan Choi Chul Soo, namun dia agak lupa-lupa ingat. Hingga suatu hari dia diminta untuk membantu kantornya menyelesaikan perbaikan dinding gedung yang rusak yang ditinggal pekerjanya. Kim soo Jin menelpon ayahnya untuk minta bantuan, akhirnya ayahnya mengirim Choi Chul Soo untuk membantunya. Sebuah pertemuan tak di sengaja lagi. Dengan pengulangan yang sama adegan minum soda itu di tampilkan lagi, namun sekarang Choi Chul Soo yang mengambil minuman dari tangan Kim Soo Jin. spontan!

Setelah pertemuan itu, ada insiden perampokan. Choi Chul Soo menyelamatkan Kim Soo Jin, akhirnya mereka pulang bersama. Pertemuan selanjutnya mereka pacaran. Mereka terlihat bahagia.
"Tidakkah kau ingin bertemu orang tuaku?" ucap Kim Soo Jin
"Buat apa?"
"Siapa tau kita nanti menikah?"
"Apa yang kau lihat dari aku? Lihat dirimu, kau ini seperti seorang putri, sementara aku,aku seperti pengemis."

Choi Chul Soo menganggap hubungan ini hanya main-main saja tidak untuk serius, ia masih takut.
“Teganya kau membuat seorang gadis menderita, apa salahnya menginginkan menikah dengan pria yang dicintai.”
“Aku tak bisa terikat, bukan aku tak mau.”
“Kenapa?”
“Kau membuatku Takut.”
“Kenapa?”
“kau terlalu percaya diri. Apa kamu tahu, hidup ini bisa sangat keras dan kejam. Anggap Saja kita menikah, apa kita akan bahagia?”

Lalu orang tua mereka datang, Ayah Kim Soo Jin Marah menganggap Choi Chul Soo tak sederajat. Sang ayah bertanya macam-macam. Apa kamu punya rumah? orang tuamu? Kim Soo Jin yang tak sanggup menghadapi obrolan itu akhirnya meminta ijin ke kamar mandi. Dia pingsan.

Melihat ketulusan dan kasih sayang keduanya, akhirnya sang ayah menyetujui hubungan itu. Mereka menikah. Awalnya mereka bahagia, namun semua berubah sedih saat menyadari Kim Soo Jin terkena Alzheimer yaitu penyakit hilang ingatan.
Dokter berkata:
“Ada protein tak lazim yang menggumpal di urat nadi otakmu yang mempengaruhi sel otak. Jelas ini adalah faktor turunan. Kasus yang amat langka. Kau mengidap ….. Penyakit Alzheimer …”.
“Walaupun usiamu baru 27 tahun, itu mungkin saja. Ini yang akan terjadi kepadamu. Kematian secara mental akan terjadi sebelum kematian secara fisik. Sebaiknya persiapkan dirimu untuk hal yang sudah jelas akan terjadi. Obat-obatan mungkin bisa memperlambatnya, tapi hanya sebatas itu”.
“Apa kau bekerja? Kalau iya, segeralah berhenti. Segera kau tak akan bisa mengetik atau menjawab telepon, apalagi mengatur. Nyaris tak ada yang dapat kau lakukan. Kau akan lupakan keluargamu, teman-teman dan bahkan dirimu sendiri. Semua ingatanmu akan terhapus total”.
Kim Soo Jin menangis tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Lalu dia pergi ketempat memukul bola. Tempat favoritnya saat mengahabiskan waktu dengan Choi Chul Soo.
“Apa kau tau? Ada penghapus di kepalaku. Kau benar, tak ada orang yang bahagia selamanya. Apa gunanya cinta jika ingatan kita hilang. Dengan hilangnya ingatan, hilang pula jiwaku.”
“serahkan saja padaku, ingatanmu dan jiwamu.”
“Jangan berbaik hati padaku, karena aku akan lupa. Kau terlalu percaya diri, hidup ini bisa kejam.”
“ Kau masih ingat itu?”
“Mana mungkin? Kau Jahat!”
“Begini kita mulai awal yang baru, seperti pacaran untuk selamanya.”
Adegan yang paling menguras air mata. Semua dialog, gestur dan setting yag serba alami. Sederhana namun mengena, semua terasa manis.

Hari berikutnya Choi Chul Soo membantu ingatan Kim Soo Jin dengan menulis banyak hal di semua tempat, di setiap bagian rumahnya. Kim Soo Jin memutuskan berhenti bekerja. Mulanya hal itu membantu, namun lama-lama masalah ingatannya bertambah parah. Dia lupa pada Choi Chul Soo, suaminya sendiri. Dia menyebut suaminya dengan nama mantan kekasihnya Yong Min.
“Yong Min, aku cinta padamu”
Hancurlah hati Choi Chul Soo, Kim Soo Jin telah melupakannya. Namun dia tak bisa marah karena hal itu tak di sengaja. Dia bergegas ke kantor dengan tetap tersenyum menahan tangis.
Sepulang kerja, Choi Chul Soo mendapati rumahnya sepi. Ternyata Kim Soo Jin telah meninggalkannya dengan sepucuk surat:

Maafkan aku aku tak pernah bermaksud menyakitimu. Ya Tuhan, apa yang telah kuperbuat? Kau menangis? Aku tak mau melihatmu menderita atau menangis. Aku hanya ingin membuatmu bahagia. Tapi aku hanya membuatmu menderita. Chul Soo…Chul Soo Cintaku…
Jangan Salah paham, Aku hanya cinta padamu, hanya kau yang ada dalam hatiku. Aku hanya ingat dirimu, sungguh betapa inginnya aku tunjukkan isi hatiku padamu.
Apa mungkin bisa kulakukan itu, saat ingatan ku masih ada? Oh Jantungku berdebar…
Aku kim Su-Jin. Hanya mencintai Choi Chul soo...dst..


Chul-Soo berkunjung ke rumah Ayah Kim Soo Jin, disana dia mendapat surat gugatan cerai, namun dia merobeknya.
“Memaafkan adalah memberi sedikit ruang bagi rasa benci. Dia telah mengajarkan banyak hal kepadaku. Aku harus menemuinya, ada hal yang ingin kukatakan padanya sebelum dia benar-benar melupakanku. Jika tidak, Apalah arti hidupku?”

Chul soo berniat meninggalkan rumahnya, setelah menutup pintu dan menyeret kopernya dia memeriksa kotak surat. Dan di sanalah, dia menemukan surat dari Kim Soo Jin. Chul Soo melacak alamat pengirim dari stempel pos. Rupanya Kim Soo Jin di rawat di sebuah Sanatorium.

Pertemuan yang haru, bagaimana perasaanmu? Mendapati orang yang sangat kau cintai telah melupakanmu?

Akhirnya chul soo membawa soo jin keluar dari rumah sakit dan mengajaknya ke mini market dimana pertama kali mereka bertemu, dan di dalamnya terdapat ayah, ibu, adik dan semua orang yg dikenalnya. Hingga Kim Soo jin pun mengingat kembali ingatan yg sempat hilang tersebut.

Sebelum ingatan Kim soo jin hilang lagi untuk selamanya, chul soo pun mengatakan sesuatu yg selama ini belum pernah dia katakan kepada Kim Soo Jin “aku cinta padamu.”

Film ini sangat sentimentil, menguras air mata. Aku menontonnya berulang-ulang, semuanya terasa manis. Dari setting pengambilan gambar yang efisien, adegan yang sederhana namun cukup terasa dekat. Dengan durasi sekitar 144 menit, mampu membius emosiku. Aku menangis berulang kali, sedih yang menyenangkan. Masokis! Beberapa teman merasa tidak suka dengan film ini karena terlalu sedih. Namun film ini memberi banyak pelajaran tentang bagaimana memaafkan dan mencintai.

Pikiranku Pagi Ini


Pagi yang dingin, aku tidak boleh terkurung di dalam kamar ini, kamar yang dulu kusenangi namun belakangan ingin selalu kutinggalkan. Ingin pergi ketempat dimana membuat aku merasa ringan dan damai.

Aku keluar naik mio, seminggu ini aku tukeran motor dengan saudara. Ada fikiran lucu naik mio membuat perasaanku jadi feminin, sebuah kesenangan kecil saat membayangkan ini. Aku merasa rileks, semoga ayah mengabulkan permohonanku untuk mengganti. Aku melaju ke lapangan badminton di daerah Nitikan dekat terminal lama, mungkin aku hanya menonton atau sedikit bermain. Karena aku sudah lama tidak main badminton, takut sakit. Aku teringat pertama kali main, saking semangatnya aku kurang pemanasan. Efeknya dadaku panas sekali seperti terbakar, Nafasku jarang-jarang, keringat mengucur, panasnya bukan main. Aku bertanya-tanya kepada teman-temanku. Aku ini kenapa? Mereka bilang aku kurang pemanasan. Ooooh begitu? Lalu aku minum pelan-pelan. Aku menertawakan kebodohanku.

Bayanganku tertuju pada politikus yang meninggal karena serangan jantung, yang belakangan ramai mengisi acara infotainmen, dia adalah Adjie Massaid. Dia meninggal setelah main bola. Aku membayangkan dan menghubungkan apakah kurang pemanasan dalam olahraga juga bisa fatal? Dalam analisa laporan Kompas yang kubaca minggu lalu, kondisi fisik seseorang yang kurang fit, kurangnya pemanasan dalam berolahraga bisa memicu kerja jantung tidak sempurna jika ini tak diantisipasi maka bisa fatal, banyak kasus atlit yang meninggal di tempat latihan. Hmmm....Aku ngeri membayangkannya.

Soal kematian ini, aku punya pikiran semakin lama seiring bertambahnya waktu, kematian itu akan semakin mendekati kita. Kita hanya perlu bersiap-siap menyambutnya.

Aku sampai di lapangan itu, namun di dalam masih sepi, tak seperti biasanya. Aku menunggu di luar. Lapangan itu bersebelahan dengan gedung TK. Disana banyak anak-anak kecil rame sekali. Bermain kesana kemari, bertingkah lucu dan tertawa riang. Segala macam media permainan mereka coba. Jaman sekarang macam-macam alat permainan disediakan untuk membuat anak-anak gembira. Gedung itu tidak terlalu luas, alat-alat itu di taruh di halaman yang sempit. Dari desainnya Terkesan memaksa. “Karena itu gedung TK maka harus ada media untuk bermain.” Apa mereka tau semua permainan itu terkesan mekanis? Berulang-ulang dan menjemukan. Ada “prosotan”, ayunan, dan tangga-tangga dengan bentuk kubus, yang semuanya di cat warna-warni. Semuanya tersedia dengan seragam.

Jaman aku TK dulu, alat-alat permainan itu tidak ada di sekolah. Namun kita bisa menikmati permainan yang sama dengan membuatnya sendiri. Bedanya tidak dicat warna-warni. Kita main ayunan yang di gantung di pohon, buat rumah-rumahan dari kardus semen, belajar naik pohon, dan untuk yang satu ini aku paling tidak bisa.

Bermainlah anak-anak, ini adalah masamu untuk bermain. Saat aku kecil, aku ingin sekali menjadi orang dewasa. Berharap melakukan hal-hal yang bisa dilakukan oleh orang dewasa. Waktu itu aku selalu mendapat banyak larangan, tak boleh ini, tak boleh itu, dengan alasan masih anak kecil. Saat kecil aku sering mengukur kakiku dengan ubin, apakah sudah melewati garis, jika sudah maka aku menganggap diriku sudah dewasa. Ah...ini adalah rahasia, bagaimana ubin semen itu bisa jadi ukuran? Aku juga mengukurnya dengan ukuran sepatu, waktu itu ukuranku selalu nomer 36. Hmm...kapan bisa jadi 40? Aku membatin saat dewasa nanti ukuranku adalah 40 dan ternyata benar, ukuran sepatuku sekarang adalah 40.

Bermainlah anak-anak yang lucu, yang manis, nikmati duniamu. Aku iri melihatmu, jika boleh aku ingin kembali menjadi anak kecil seperti dirimu. Kembali polos, selalu jujur, tidak berbohong dan dibohongi.

Pikiranku kemana-mana, dengan head set menutup telinga. Suara Afghan, penyanyi dengan colour suara lembut yang sangat kusukai merasuk dalam. “Bukan Cinta Biasa”, mengalun perlahan, menemani pagiku yang dingin dan sepi. Mengapa aku merasa sepi ditengah riuh ramainya teriakan dan celoteh anak-anak itu. Lagu anak-anak sayup-sayup terdengar, namun lagu dalam handphoneku menghisap, menyeretku untuk tenggelam. Saat lirik “terimalah pengakuanku” di akhir lagu...rasanya air mata ini bisa tumpah kapan saja. Oh Tuhan...jika engkau menciptakan perasaan ini untuk bahagia dan sedih, berikanlah bahagia itu lagi. Aku menerima yang sederhana itu, asalkan abadi dan tak pernah terbagi lagi.

Ditempat lain, orang kesal memikirkan negara yang kian kacau. Yang tak bisa melindungi warganya dari kekerasan. Betapa mudahnya orang mati di negeri ini. Hanya karena beda keyakinan, hanya karena ingin merdeka. Orang Ahmadiah di bunuh karena mempertahankan keyakinannya. Dan yang membunuh pun mengatasamakan agama. Kenapa harus ada agama jika tidak membuat kita baik? Apakah agama itu? Apakah dia minta dibela dengan cara itu? Seandainya dia bisa bicara.

Sebagian kecil orang di negeri ini, berfoya-foya, menumpuk harta menikmati uang hasil korupsi. Mereka merampok, untuk kesenangan yang tak pernah ada habisnya. Mereka menutup mata ketika ada berita kelaparan dimana-mana, ada lumpur yang menenggelamkan rumah dan harta benda, dan membuang muka saat melihat banyak anak jalanan putus sekolah tinggal di kolong jembatan.

Dimanakah nurani? Dimanakah? Berikanlah keadilan itu...! pikiranku rumit, melompat-lompat. Aku mengingat ucapan. That’s just live honey...not heaven!