Rumah Impian

Ada rumah mungil di hamparan semesta yang hijau. Tiap hari hanya ada damai dan ketenangan. Rumah itu memiliki jendela yang lebar-lebar, udara melimpah ruah. Diantara ruangan-ruangan itu, ada satu ruangan istimewa yang terisi penuh dengan buku. Saat kamu berada di sana, kamu akan merasa menjadi orang paling bahagia. Kamu bisa seharian diam saja tanpa bicara, namun seolah kamu berkeliling kemana-mana.

Di pekarangan rumah itu kamu bisa berkebun, kamu menyukai tanaman. Kamu merawatnya dengan hati-hati melihat pertumbuhannya setiap hari seperti menunggui bayi. Seperti bagaimana memetik bunga mekar agar bercabang lagi, kamu memotongnya dengan gunting hati-hati sekali. Seolah kamu dapat merasakan sakit atas tindakanmu itu.

Dihari yang lain, kamu hanya duduk saja, bercanda dengan ikan-ikan. Bermain dengannya, menaburkan makanan, melihat ia tiba-tiba bersembunyi dibalik rimbunan tanaman air entah karena malu akan kedatanganmu atau karena perubahan cuaca. Kamu senang mengamati bunga-bunga teratai yang tumbuh mesra di atas kolam itu. Kamu mengaguminya seperti itu adalah mukjizat Tuhan yang dikirimkan khusus untukmu. Tiap hari kamu bersyukur karena dapat menghirup udara yang benar-benar bersih.

Kehidupan dirumah itu sangat tenang tak ada keributan, jauh dari hingar bingar keramaian, padatnya lalu lintas, atau runyamnya percakapan dari sebuah debat politik. Suatu kali kamu hanya ingin menghabiskan waktu dengan membaca atau menulis saja, sepuasnya. Semua berjalan begitu mudah karena tempat kerja tak perlu kau datangi setiap hari. Kamu mengendalikannya lewat dunia maya. Semua bergerak pasti namun tak nampak. Usahamu berkembang, kamu cukup memantaunya dari rumah itu juga. Semua berjalan secara online. Namun tak lupa, tiap akhir pekan, kamu tetap rajin mengunjungi sahabat, mengundang mereka kerumahmu untuk bercengkrama, memasak bersama, atau menonton film. Di akhir pekan itu kamu selalu menyempatkan diri untuk keluar makan atau menikmati acara budaya. Sebut saja ini sebagai bagian dari “sosialisasi fisik.”

Begitulah, semua nampak lengkap dalam sahaja dan bahagia. Sampai suatu hari kamu menyadari ada uban di rambutmu, ada keriput di kulitmu, dan jiwamu tetap sama. Kamu merasa masih muda.

Hei, apa ini surga?

Tidak ada komentar: