Pagi Ceria

Disuatu pagi yang ceria kamu membuka jendela rumah lebar-lebar, semilir angin seketika menamparmu lembut bersamaan cahaya mentari yang memelukmu hangat. Kamu memasang telingamu tajam, untuk mendengarkan harmoni alam yang menghanyutkan. Merasakan segala bunyi di pagi hari, kamu bersyukur atas anugerah pagi itu dan berdoa semoga esok hari dapat merasakan hal yang sama.

Tak henti-hentinya kamu mengagumi pagi itu, seolah kamu membeku dan ingin menghentikan waktu agar pagi terus dapat bersamamu.

Kamu punya kursi favorit yang kamu letakkan di samping jendela. Disitu kamu berdiam diri, dan tak seorangpun dapat mengganggumu, itu adalah dunia yang kamu miliki sepenuhnya. Kamu mendengarkan suara penyanyi yang paling kau sukai, mengimpi dan memejamkan mata. Kamu hafal semua liriknya, hingga dengan mudah kamu terhanyut seolah kamu ada di dalamnya. Satu lagu habis berganti yang lain. Kamu membuka mata dan melihat secangkir teh yang ada di dekatmu telah menunggumu hingga kehilangan asap. Kamu meneguknya pelan-pelan, menyesapnya dalam-dalam seperti itu adalah teh terakhir yang kamu punya.

Waktu berjalan pelan, matahari mulai meninggi, namun aura pagi tetap tinggal bersamamu, seolah menemanimu memberi berkah sepanjang hari. Kamu berbisik: ini adalah pagi ceria di akhir pekan.

Rumah Impian

Ada rumah mungil di hamparan semesta yang hijau. Tiap hari hanya ada damai dan ketenangan. Rumah itu memiliki jendela yang lebar-lebar, udara melimpah ruah. Diantara ruangan-ruangan itu, ada satu ruangan istimewa yang terisi penuh dengan buku. Saat kamu berada di sana, kamu akan merasa menjadi orang paling bahagia. Kamu bisa seharian diam saja tanpa bicara, namun seolah kamu berkeliling kemana-mana.

Di pekarangan rumah itu kamu bisa berkebun, kamu menyukai tanaman. Kamu merawatnya dengan hati-hati melihat pertumbuhannya setiap hari seperti menunggui bayi. Seperti bagaimana memetik bunga mekar agar bercabang lagi, kamu memotongnya dengan gunting hati-hati sekali. Seolah kamu dapat merasakan sakit atas tindakanmu itu.

Dihari yang lain, kamu hanya duduk saja, bercanda dengan ikan-ikan. Bermain dengannya, menaburkan makanan, melihat ia tiba-tiba bersembunyi dibalik rimbunan tanaman air entah karena malu akan kedatanganmu atau karena perubahan cuaca. Kamu senang mengamati bunga-bunga teratai yang tumbuh mesra di atas kolam itu. Kamu mengaguminya seperti itu adalah mukjizat Tuhan yang dikirimkan khusus untukmu. Tiap hari kamu bersyukur karena dapat menghirup udara yang benar-benar bersih.

Kehidupan dirumah itu sangat tenang tak ada keributan, jauh dari hingar bingar keramaian, padatnya lalu lintas, atau runyamnya percakapan dari sebuah debat politik. Suatu kali kamu hanya ingin menghabiskan waktu dengan membaca atau menulis saja, sepuasnya. Semua berjalan begitu mudah karena tempat kerja tak perlu kau datangi setiap hari. Kamu mengendalikannya lewat dunia maya. Semua bergerak pasti namun tak nampak. Usahamu berkembang, kamu cukup memantaunya dari rumah itu juga. Semua berjalan secara online. Namun tak lupa, tiap akhir pekan, kamu tetap rajin mengunjungi sahabat, mengundang mereka kerumahmu untuk bercengkrama, memasak bersama, atau menonton film. Di akhir pekan itu kamu selalu menyempatkan diri untuk keluar makan atau menikmati acara budaya. Sebut saja ini sebagai bagian dari “sosialisasi fisik.”

Begitulah, semua nampak lengkap dalam sahaja dan bahagia. Sampai suatu hari kamu menyadari ada uban di rambutmu, ada keriput di kulitmu, dan jiwamu tetap sama. Kamu merasa masih muda.

Hei, apa ini surga?

Untuk Fantastic 4

Aku mengenangmu, saat kita tumbuh bersama dalam percakapan sambil lalu tak mengenal asal dan usia. Satu-satu dari kita pergi, begitulah ada pertemuan dan perpisahan. Sebuah hubungan klasik yang abadi. Tak ada orang yang benar-benar terus bersama. Mungkin kita terpisah oleh jarak atau kematian.

Hari ini seperti ada pengulangan.

Aku bahagia bersama kalian. Mungkin suatu hari akan datang yang lain dan entah akan diberi nama apa? Aku ini orang jauh, keluargaku hanya teman, sudah selayaknya berbuat baik dengan teman. Baiklah selamat jalan teman-temanku. Semoga bahagia selalu menyertai kalian di manapun berada. Seperti bahagia kita saat bersama.

Adalah jiwa-jiwa kita yang akan saling mengingat, saat kita tak lagi bertegur sapa dan bertatap muka.

Otherside

Banyak yang sudah kami lakukan, banyak yang sudah dia ajarkan kepadaku. Ketika aku masih serupa bocah yang terbungkus oleh tubuh orang dewasa. Aku tak ingin membuat kesalahan kedua kali dengan meninggalkannya. Betapapun dalamnya luka itu, namun dia menerimaku. Rasanya di dunia yang semakin menipis kepercayaannya ini, dialah yang selalu percaya dan mendukungku dengan kesabaran tanpa lelah.

Disaat banyak orang membawa kerumitan dengan memperhitungkan baik buruk dan hitam putih. Rasanya hanya dia yang tidak menuntutku apa-apa. Kenyataan mana lagi yang akan kuingkari? Begitu sederhana. Sesederhana jawaban yang aku terima, saat aku bertanya mengapa masih ingin bersama.

Apa yang dilihatnya dariku saat itu. Aku merasa pertemuannya denganku adalah sesuatu yang kebetulan, mungkin aku datang disaat yang tepat, itu saja. Saat ini aku ingin berusaha menghapus keraguan dan ketakutan, rasanya semua sudah cukup. Dimanakah aku belakangan ini?

Waktu tak pernah terulang kembali, menyesal tidak mengubah apa-apa. Jika hidup adalah sebuah amanah, jika ada yang masih bisa kulakukan, aku hanya ingin melihat dia bahagia.

Someday

Someday when I pass away
if I could
I don't want to go far away
from you
Event, I want you forgetting me easily

I will standing next to you
without you realize it
I will stay near to you
Whisper sweets pray
for your joy and happiness