Menulis...menulis itu seperti menari hingga trance. Itu kata kata seorang kakak yang sekarang jadi penulis sukses. Dialah orang yang mengenalkan aku pada dunia buku dan tulis menulis saat aku baru sebulan berstatus mahasiswa. Bukan main rajinnya, perjuangannya, hingga urusan perut jadi nomer dua setelah buku.
Saking giatnya memotivasiku, sampai suatu hari mengirim naskah resensi buku Amartya Sen "Demokrasi bisa mengurangi kemiskinan" menggunakan namaku. Lucu sekali, jika aku baru mengetahui ketika naskah itu dikembalikan Kompas. Naskah ditolak karena redaksi kesulitan menemukan tempat untuk memuatnya, alasan yang sopa. Aku bingung, merasa tak pernah mengirim naskah itu. hmmm lucu sekali jika kemudian aku tau dia yang mengirim.
Dalam suatu kesempatan kita menghadiri acara bincang buku oleh Mizan dan Gramedia. waktu itu Audiens diminta memberikan kesan dan penilaian tentang buku. ternyata jawabanku terpilih jadi pemenang, aku berbisik padanya "eh, tanda-tanda penulis besar ada disini hahha..." Dia tersenyum, karena tidak terpilih.
Aku dapat hadiah gelas berlogo Mizan, gelas itu masih ada sampai sekarang, aku tidak memakainya untuk minum. Aku merasa sayang, lalu kupakai sebagai tempat bolpen.
Anyway, sebenarnya sekarang aku sedang dikejar-kejar deadline menulis, namun malah menulis di blog. Ternyata akupun belum bisa menulis dengan baik, hanya sedikit buat memenuhi kewajiban di kantor, atau hal-hal remeh untuk blog. Heheheh...
Aku sedang sulit berkonsentrasi seperti sekarang ini. pikiran cepat berpindah dan bikin aku membeku. Lalu ada pesan yang penting,mampir dipikiranku untuk kusampaikan. Meskipun hanya sebuah pesan dan kata-kata. Namun aku percaya kata-kata yang tulus kadang bisa melebihi sebuah tindakan.
"Hati-hati ya sayang...untuk hari ini dan selamanya..."
The first time ever i saw your face
ini adalah judul lagu, liriknya tidak istimewa, namun saya terpesona saat sang penyanyi Celine Dion menyanyikan lagu ini dengan penghayatan penuh. Dia meneteskan air mata di akhir lagu. Dengan gaun warna merah menyala, namun tidak mengurangi rasa haru yang muncul karenanya.
The first time ever I saw your face
I thought the sun rose in your eyes
And the moon and the stars were the gifts you gave
To the dark and the endless skies, my love
And the first time ever I kissed your mouth
I felt the earth move in my hand
Like the trembling heart of a captive bird
That was there at my command, my love
And the first time ever I lay with you
I felt your heart so close to mine
The first time ever I saw your face
Your face, your face, your face
The first time ever I saw your face
I thought the sun rose in your eyes
And the moon and the stars were the gifts you gave
To the dark and the endless skies, my love
And the first time ever I kissed your mouth
I felt the earth move in my hand
Like the trembling heart of a captive bird
That was there at my command, my love
And the first time ever I lay with you
I felt your heart so close to mine
The first time ever I saw your face
Your face, your face, your face
Aroma Korupsi dari KIKB
Sejak 1 Februari 2011, jika anda yang berkendaraan bermotor memasuki kawasan UGM, akan dikenai biaya masuk. Sepeda motor ditarik 1.000 rupiah dan mobil 2.000 rupiah. Aroma korupsi tercium harum disini.
Aturan soal tarif diatas muncul setelah rektor menerbitkan Peraturan Nomor 408/P/SK/-HT/2010 yang dikeluarkan tanggal 29 juni 2010 tentang penerbitan Kartu Identitas Kendaraan Bermotor (KIKB). Peraturan ini menimbulkan penolakan baik dari mahasiswa maupun dari masyarakat sekitar UGM karena dianggap merugikan dan menghapus citra UGM sebagai kampus kerakyatan. Selain itu juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 66/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Menurut pasal 49 ayat (2) pengelolaan satuan pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, akuntabilitas, penjaminan mutu, transparansi, dan akses berkeadilan.
Peraturan Rektor No 408/P/SK/HT/2010, menggunakan rujukan yakni PP No. 153 Tahun 2000 tentang penetapan UGM sebagai Badan Hukum Milik Negara. Padahal PP tersebut telah dicabut dan diganti dengan PP No. 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. PP No 66 Tahun 2010 dikeluarkan sebagai tindak lanjut dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No 11-14-21-126-136/PUU VII/2009 tertanggal 31 Maret 2010. Putusan ini membatalkan UU No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.
Dengan adanya PP tersebut maka status UGM sebagai universitas yang semula sebagai Badan Hukum Milik Negara menjadi universitas yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu UGM tidak lagi memiliki otonomi yang luas termasuk dalam pengelolaan keuangan.
Acuan yang dipakai UGM dalam pemberlakuan KIKB terkait system pengelolaan keuangannya berpijak pada PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Selama ini yang berhak menerima pendapatan non pajak adalah Badan Layanan Umum (BLU). UGM adalah institusi pendidikan belum menjadi BLU. Sehingga tindakan memungut bayaran sebagai tanda masuk kampus bagi masyarakat yang tidak bisa menunjukkan kartu identitas kendaraan bermotor (KIKB) adalah pelanggaran karena bertentangan dengan UU no 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Uang yang diterima itu harus masuk ke negara melalui rekening menteri keuangan.
Selain itu pemberlakuan KIKB juga melanggar UUD ’45 pasal 23 A yang berbunyi: “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Pemberlakuan KIKB ini dianggap mengganggu keyamanan civitas akademika dan masyarakat yang hendak masuk wilayah UGM.
Pokja Akuntabilitas Perguruan Tinggi (PATI) yang merupakan gabungan dari Forum LSM Yogyakarta, Walhi Yogyakarta, ICM, LBH Yogyakarta, dan Aji Yogyakarta telah mengadukan kasus ini ke lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Yogyakarta. Menurut M. Irsyad Thamrin direktur LBH Yogyakarta, PATI melaporkan kasus ini dikarenakan ada masalah prinsip terkait pelayanan publik khususnya tentang prinsip Akuntabilitas yang dilanggar, juga ada mal administrasi terkait pemberlakuan KIK yang bertentangan dengan undang-undang.
Kepala ORI Karjono Darmoatmojo mengaku akan menelaah isi laporan yang disampaikan oleh PATI. Dia juga akan melayangkan surat klarifkasi ke UGM. Jika memungkinkan maka surat tersebut bisa juga sampai bentuk rekomendasi.
Menurut Pihak UGM, Enny Nurbaningsih Kepala Bidang Hukum dan Tatalaksana UGM melalui surat nomor 47/HT/2011 tertanggal 12 april mengatakan kebijakan UGM menerapkan KIKB adalah sebuah strategi untuk mengendalikan arus lalu lintas dalam rangka memisahkan pergerakan orang dan barang yang berkepentingan dan yang tidak berkepentingan dengan UGM. Program ini nantinya akan mencegah komersialisasi kampus seperti pungutan arkir liar dan gangguan ketertiban semisal pencurian (Harjo, 28 April 2011).
Semua civitas akademika UGM direncanakan akan mendapat KIKB secara gratis sehingga bebas dari biaya masuk. Bagi masyarakat luar yang berkepentingan dengan UGM akan mendapatkan fasilitas gratis dengan menunjukkan voucher yang bisa diperoleh dari kantor administrasi unit kerja UGM.
Namun sekali lagi yang perlu dicermati adalah soal kebijakannya. Jika hanya masalah ketertiban dan bebas dari pencurian maka pihak UGM bisa menyewa polisi untuk menjaga keamanan, bukan memungut uang masuk. Penjelasan dari pihak UGM tersebut dinilai tidak menjawab substansi masalah. Masalah disini adalah soal akuntabilitas dan transparansi kebijakan KIKB.
Penolakan pemberlakuan KIKB sebenarnya tidak hanya datang dari masyarakat, namun juga dari mahasiswa sendiri. Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei para elemen mahasiswa juga melakukan unjuk rasa di depan Graha Sabha Pramana. Mereka menilai UGM telah melakukan pungutan liar, karena itu pemberlakuan KIKB harus ditolak. Mereka menolak adanya praktek komersialisasi pendidikan yang telah menodai citra UGM yang selama ini dikenal sebagai kampus kerakyatan.
Pungutan yang katanya untuk kegiatan mahasiswa ini mendapat protes dari Badan eksekutif Mahasiswa (BEM). Akibat dari sikap yang diambil BEM tersebut, Rektor akhirnya menghentikan pemberian dana kegiatan untuk organisasi mahasiswa ini. BEM dibekukan.
Belakangan PATI telah melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, karena tidak mendapat jawaban jelas dan pasti dari pihak UGM. Pihak UGM belum menjelaskan peruntukan dana hasil pungutan tersebut, mereka hanya menjawab untuk kegiatan mahasiswa dan hanya mengucapkan terimakasih atas protes tersebut.
Lalu soal keberadaan rekening penampung dana ini juga bermasalah karena UGM bukan BLU. Rekening rektor belum tercatat dalam pengawasan kementrian keuangan.
Asisten Intelegen Kejati DIY Henri Budianto mengatakan pihak Kejati sendiri telah mengagendakan audiensi dengan UGM terkait KIKB ini namun belum terealisasi.
Sebenarnya PATI siap melakukan dialog head to head dengan pihak UGM jika dipertemukan. Namun jika tidak ada itikad baik dari UGM, maka PATI akan melakukan tindakan tegas melalui jalur hukum. Tindakan korupsi adalah tindakan kriminal luar biasa yang akan merugikan banyak pihak, maka kita harus melawannya.
Aturan soal tarif diatas muncul setelah rektor menerbitkan Peraturan Nomor 408/P/SK/-HT/2010 yang dikeluarkan tanggal 29 juni 2010 tentang penerbitan Kartu Identitas Kendaraan Bermotor (KIKB). Peraturan ini menimbulkan penolakan baik dari mahasiswa maupun dari masyarakat sekitar UGM karena dianggap merugikan dan menghapus citra UGM sebagai kampus kerakyatan. Selain itu juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 66/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Menurut pasal 49 ayat (2) pengelolaan satuan pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, akuntabilitas, penjaminan mutu, transparansi, dan akses berkeadilan.
Peraturan Rektor No 408/P/SK/HT/2010, menggunakan rujukan yakni PP No. 153 Tahun 2000 tentang penetapan UGM sebagai Badan Hukum Milik Negara. Padahal PP tersebut telah dicabut dan diganti dengan PP No. 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. PP No 66 Tahun 2010 dikeluarkan sebagai tindak lanjut dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No 11-14-21-126-136/PUU VII/2009 tertanggal 31 Maret 2010. Putusan ini membatalkan UU No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.
Dengan adanya PP tersebut maka status UGM sebagai universitas yang semula sebagai Badan Hukum Milik Negara menjadi universitas yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu UGM tidak lagi memiliki otonomi yang luas termasuk dalam pengelolaan keuangan.
Acuan yang dipakai UGM dalam pemberlakuan KIKB terkait system pengelolaan keuangannya berpijak pada PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Selama ini yang berhak menerima pendapatan non pajak adalah Badan Layanan Umum (BLU). UGM adalah institusi pendidikan belum menjadi BLU. Sehingga tindakan memungut bayaran sebagai tanda masuk kampus bagi masyarakat yang tidak bisa menunjukkan kartu identitas kendaraan bermotor (KIKB) adalah pelanggaran karena bertentangan dengan UU no 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Uang yang diterima itu harus masuk ke negara melalui rekening menteri keuangan.
Selain itu pemberlakuan KIKB juga melanggar UUD ’45 pasal 23 A yang berbunyi: “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Pemberlakuan KIKB ini dianggap mengganggu keyamanan civitas akademika dan masyarakat yang hendak masuk wilayah UGM.
Pokja Akuntabilitas Perguruan Tinggi (PATI) yang merupakan gabungan dari Forum LSM Yogyakarta, Walhi Yogyakarta, ICM, LBH Yogyakarta, dan Aji Yogyakarta telah mengadukan kasus ini ke lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Yogyakarta. Menurut M. Irsyad Thamrin direktur LBH Yogyakarta, PATI melaporkan kasus ini dikarenakan ada masalah prinsip terkait pelayanan publik khususnya tentang prinsip Akuntabilitas yang dilanggar, juga ada mal administrasi terkait pemberlakuan KIK yang bertentangan dengan undang-undang.
Kepala ORI Karjono Darmoatmojo mengaku akan menelaah isi laporan yang disampaikan oleh PATI. Dia juga akan melayangkan surat klarifkasi ke UGM. Jika memungkinkan maka surat tersebut bisa juga sampai bentuk rekomendasi.
Menurut Pihak UGM, Enny Nurbaningsih Kepala Bidang Hukum dan Tatalaksana UGM melalui surat nomor 47/HT/2011 tertanggal 12 april mengatakan kebijakan UGM menerapkan KIKB adalah sebuah strategi untuk mengendalikan arus lalu lintas dalam rangka memisahkan pergerakan orang dan barang yang berkepentingan dan yang tidak berkepentingan dengan UGM. Program ini nantinya akan mencegah komersialisasi kampus seperti pungutan arkir liar dan gangguan ketertiban semisal pencurian (Harjo, 28 April 2011).
Semua civitas akademika UGM direncanakan akan mendapat KIKB secara gratis sehingga bebas dari biaya masuk. Bagi masyarakat luar yang berkepentingan dengan UGM akan mendapatkan fasilitas gratis dengan menunjukkan voucher yang bisa diperoleh dari kantor administrasi unit kerja UGM.
Namun sekali lagi yang perlu dicermati adalah soal kebijakannya. Jika hanya masalah ketertiban dan bebas dari pencurian maka pihak UGM bisa menyewa polisi untuk menjaga keamanan, bukan memungut uang masuk. Penjelasan dari pihak UGM tersebut dinilai tidak menjawab substansi masalah. Masalah disini adalah soal akuntabilitas dan transparansi kebijakan KIKB.
Penolakan pemberlakuan KIKB sebenarnya tidak hanya datang dari masyarakat, namun juga dari mahasiswa sendiri. Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei para elemen mahasiswa juga melakukan unjuk rasa di depan Graha Sabha Pramana. Mereka menilai UGM telah melakukan pungutan liar, karena itu pemberlakuan KIKB harus ditolak. Mereka menolak adanya praktek komersialisasi pendidikan yang telah menodai citra UGM yang selama ini dikenal sebagai kampus kerakyatan.
Pungutan yang katanya untuk kegiatan mahasiswa ini mendapat protes dari Badan eksekutif Mahasiswa (BEM). Akibat dari sikap yang diambil BEM tersebut, Rektor akhirnya menghentikan pemberian dana kegiatan untuk organisasi mahasiswa ini. BEM dibekukan.
Belakangan PATI telah melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, karena tidak mendapat jawaban jelas dan pasti dari pihak UGM. Pihak UGM belum menjelaskan peruntukan dana hasil pungutan tersebut, mereka hanya menjawab untuk kegiatan mahasiswa dan hanya mengucapkan terimakasih atas protes tersebut.
Lalu soal keberadaan rekening penampung dana ini juga bermasalah karena UGM bukan BLU. Rekening rektor belum tercatat dalam pengawasan kementrian keuangan.
Asisten Intelegen Kejati DIY Henri Budianto mengatakan pihak Kejati sendiri telah mengagendakan audiensi dengan UGM terkait KIKB ini namun belum terealisasi.
Sebenarnya PATI siap melakukan dialog head to head dengan pihak UGM jika dipertemukan. Namun jika tidak ada itikad baik dari UGM, maka PATI akan melakukan tindakan tegas melalui jalur hukum. Tindakan korupsi adalah tindakan kriminal luar biasa yang akan merugikan banyak pihak, maka kita harus melawannya.
Pulang
Ada satu hubungan unik yang akan selalu memanggilmu kembali. Yang akan kamu ingat di manapun kamu berada. Tak peduli umur, rupa, ataupun setatus sosialmu sekarang. Dia akan mengikutimu seperti bayang-bayang. Sejauh kamu pergi, selama kamu merentang jarak. Ada hati yang akan selalu memanggilmu pulang. Menyambutmu setengah berlari dengan tangan terbuka lebar, ingin merengkuhmu. Seperti saat kamu masih dalam ayunan. Mereka tak ingin menganggapmu dewasa. Mereka adalah Orang Tua.
Mereka yang menyayangimu sebelum kamu mengerti kasih sayang. Saat renta dan pandangan tak lagi jelas, dia akan tetap mengenalmu hanya dari bau yang kamu tinggalkan. Mereka bertanya-tanya dalam kecemasan yang ditutupi demi ketenangan dan kebahagianmu.
Pulanglah dan temukanlah wajah yang rindu itu. Sebelum kamu hanya bisa menemuinya dalam doa.
Mereka yang menyayangimu sebelum kamu mengerti kasih sayang. Saat renta dan pandangan tak lagi jelas, dia akan tetap mengenalmu hanya dari bau yang kamu tinggalkan. Mereka bertanya-tanya dalam kecemasan yang ditutupi demi ketenangan dan kebahagianmu.
Pulanglah dan temukanlah wajah yang rindu itu. Sebelum kamu hanya bisa menemuinya dalam doa.
the greatest rewards
So suddenly, so strange
Life wakes you up, things change
I've done my best, I've served my call
I thought I had it all
So suddenly, so strong
My prejudice was gone
You needed me, I found my place
I'm different now, these days
Now the greatest reward
Is the light in your eyes
The sound of your voice
And the touch of your hand
You made me who I am
You trusted me to grow
I gave my heart to show
There's nothing else I cherish more
I stand by you for sure
Now the greatest reward
Is the love that I can give
I'm here for you now
For as long as I live
You made me who I am
So suddenly, it's clear to me
Things change
Our future lies in here and now
We made it through somehow
Now the greatest reward
Is the love that I can give
I'm here for you now
For as long as I live
You made me who I am
You made me who I am
So sweeeet...love jogja and you, soundtrack of your life...
Life wakes you up, things change
I've done my best, I've served my call
I thought I had it all
So suddenly, so strong
My prejudice was gone
You needed me, I found my place
I'm different now, these days
Now the greatest reward
Is the light in your eyes
The sound of your voice
And the touch of your hand
You made me who I am
You trusted me to grow
I gave my heart to show
There's nothing else I cherish more
I stand by you for sure
Now the greatest reward
Is the love that I can give
I'm here for you now
For as long as I live
You made me who I am
So suddenly, it's clear to me
Things change
Our future lies in here and now
We made it through somehow
Now the greatest reward
Is the love that I can give
I'm here for you now
For as long as I live
You made me who I am
You made me who I am
So sweeeet...love jogja and you, soundtrack of your life...
Langganan:
Postingan (Atom)