Sebuah kunjungan

Ada seekor kodok hitam yang kesepian, berjongkok di pot yang terletak disudut teras. Pot dengan tanaman hampir mati karena kekurangan air, daunnya menjuntai kering seperti nenek yang keriput dimakan usia. Pot-pot tanaman lain diletakkan diatas tempat duduk dari semen, berjejer di kanan dan kiri. Di sekeliling rumah adalah hamparan sawah yang hijau. Tanaman padi yang mulai hamil menyembulkan bulir-bulir padi muda yang hijau. Disela-sela tanaman padi ada capung yang bertengger, bergelayutan tertiup angin, si capung bermain ayunan nikmat sekali. Seekor burung terbang rendah, sesekali hinggap mencium dahan padi. Suara gemercik air dari kali kecil di depan rumah membuat harmoni yang menenangkan. Bau sawah, tanah basah, dan suara air yang sempurna. Lalu Tiba-tiba aku membayangkan untuk olahraga yoga. Sungguh sempurna tempat ini diciptakan, rasanya aku ingin tinggal lebih lama.

“Kak, aku sudah sampai ditempatmu.” Aku menyapa seseorang di telepon, aku mendengar latar belakang suara yang ribut.
“Tiga puluh menit ya say, Aku lagi dijalan.”

Hmmm aku memang datang terlalu cepat, bahkan aku meninggalkan kantor lebih awal, hanya ingin cepat-cepat menemuinya. Baiklah, aku merasa rileks. Aku menunggunya namun aku merasa nyaman sekali. Memandang sawah, memandang kodok yang kesepian diatas pot. Dan sekali lagi gemercik air kali, sungguh tak tertahankan...!

Aku membayangkan, bagaimana jika ini malam hari ya? Pasti gelap dan tenang. Pasti menakutkan jika tinggal sendirian. Tapi tempat ini sungguh nyaman.
Ingatanku terlempar ke kampung halaman, sudah berapa tahun aku tak mengunjungi sawahku. Hutan itu. Pohon-pohon pisang, yang selalu berbuah. Namun kita tak pernah menikmatinya, Ayah menanamnya hanya agar orang lain mengambilnya, anggap saja beramal, tanpa kita tau. Begitu selalu dikatakan.

Perasaan rindu rumah menyergapku, ya alam desa terasa kental disini. Semua berjalan pelan dan bersahaja. Semua berjalan tenang tanpa hiruk pikuk dan ambisi. Semuanya telah disediakan oleh alam. Tanaman-tanaman itu telah menyiapakn dirinya, merelakan tubuhnya untuk kita. Jika mereka memiliki perasaan, maka perasaannya adalah semacam unconditionally love, Cinta tak bersyarat. Ada pohon pisang yang berbuah, kita tau dia berbuah hanya sekali dan saat kita mengambil buahnya otomatis kita pun akan menebang batang pohonnya. Pohon yang rela dilukai, dan menyerahkan buahnya untuk kita nikmati. Bukankah itu bentuk dari pengorbanan. Meskipun dari sebuah pohon pisang.
Di kejauhan sawah dengan tanaman padi yang sudah menguning. Dengan bulir-bulir padi yang berisi dan kian merunduk. Orang-orang tua bilang, jadilah kamu seperti batang padi semakin berilmu, semakin berisi, maka sebaiknya semakin rendah hati.

Panjangnya aliran kali itu, berapapun pajangnya akan bermuara ke laut. Berapapun jauhnya sebuah perjalanan, suatu saat kita akan merindukan rumah. Rumah yang menenangkan. Yang membuatmu slalu rindu ingin pulang. Alam telah mengajarkan kita banyak hal, tidakkah semua itu membuat kita berfikir?

Berbahagialah mereka yang mencintai alam, dekat dengan alam. Mencintai bunga dalam pot, menyiraminya, lalu dia berbunga. Saat mereka berbunga, bunga itu adalah wujud dari rasa terimakasihnya, karena kita telah merawatnya. Mereka rela kita petik, atau kita pandangi. Nikmati aku, ambilah semaumu.
Alam memberikan aura positif tanpa kita memintanya, tanpa kita menyadari kita telah menerimanya.

“Aku, otw pulang say, maaf telat.” Ada sms masuk.
Aku berfikir, kenapa pertemuan ini menjadi tak penting lagi mengingat halamannya, sawah, dan air kali itu telah membuatku teduh sama seperti dirinya. Apakah aku harus pulang? Namun hatiku menahanku, aku harus menemuinya. Dia yang inspiratif, hangat, dan powerfull. Beruntunglah aku yang mengenalnya.

Kami mengobrol banyak sekali, aku merasa senang sekali. Karena dia adalah pendengar yang baik. Banyak ucapan-ucapan yang melampaui pikiranku. Tentang pengorbanan, tentang penerimaan, lalu tentang sakit yang membuat kita bahagia. Aku selalu mengaguminya, seperti dulu saat kami sering ketemu dalam jangka waktu beberapa bulan.
Ada kucing kecil yang bermain-main dengan kami. Lucu sekali. “Kamu tau kucing ini mungkin ngga akan sampai sini, jika bule itu tak memungutnya di tong sampah. Aduh kasihan kamu si wiki, sudah berpisah dengan emakmu lalu di buang di tong sampah.”
Kucing kecil itu diberi nama Wiki.

Obrolan mengalir pelan, sambil membantunya membersihkan lantai ruangan. Kemarin jogja ada hujan badai, genteng-genteng pada runtuh, tanaman ambruk, dan suasana mengerikan. Dia sendiri jadi korban, laptop kesayangannya terendam air. Otomatis dia kehilangan semua data. Kejadiannya adalah saat hujan badai itu dia tidur. Dia tak sedih tapi malah hujan-hujanan mandi keramas, dasar! Kejadian itu memancing teman-teman bule-nya untuk ikut hujan-hujanan.

“Kamu tahu, kalau aku nggak gila, aku ngga mungkin bisa bertahan menghadapi pekerjaanku ini. Makanya seminggu sekali aku harus nongkrong.” Dia tersenyum.
Aku selalu terkesan mendengar ceritanya, kisah hidupnya.Rasanya ingin selalu mendekatinya saat-saat seperti ini. Aku ingin tinggal di rumah itu, namun sayang dia mesti ke Bali sebulan kedepan.

Trimakasih Kak, telah memberiku banyak hal, teruslah maju dan raih mimpi-mimpimu. Aku percaya setelah kesulitan ada kemudahan. Aku percaya kita bisa, dan aku percaya ada kekuatan besar yang menggerakkan dan mengijinkan semua ini terjadi. Seperti kita mempercayai ada Tuhan yag hidup di hati kita masing-masing.

5 komentar:

My Pedestrian mengatakan...

i like the story about pohon pisang itu.. b^_^d..,
like that..,

Astutik Kashmi mengatakan...

Thanks dear...that's why Banana Tree is the best...

My Pedestrian mengatakan...

'the banana tree'.., wooww....

inna hudaya mengatakan...

hey, i`m the banana tree girl :)
thanks to write t down, it`lovely..
you`ll be fine and gettin better after this periode. believe in your own strength ya girl..

Astutik Kashmi mengatakan...

Thanks you so much sister...